“The New
Public Service”
Eksistensi pemerintah secara ideal seharusnya
mensejahterakan warga negara sebagai salah satu unsur negara. Kenapa? Karena
sistem tata kelola pemerintahan yang dianut bangsa ini mengindikasikan sesuatu
yang wajib dilakukan negara demi kepentingan warga negara (baca: UUD 1945).
Dasar ideologi kita memberikan peluang yang besar dalam pelayanan dan
kesejahteraan bagi kepentingan publik. Dalam arti bahwa landasan ideologi
pelayanan publik tersebut memiliki harapan baru bagi penyelenggaraan
pemerintahan di Indonesia, sebab era reformasi tata pemerintahan saat ini, bagi
warga negara dianggap masih banyak hal-hal yang bukan dikehendaki oleh
nilai-nilai warga, tetapi lebih berorientasi pada kepentingan dan keuntungan
birokrasi pemerintah.
Beberapa permasalahan tentang ketidakpuasan kinerja pemerintah, keinginan dan harapan-harapannya tidak didengar, hak-haknya dipasung, aspek dan peluang publiknya dihambat, adanya dominasi hak rakyat, berisi keras kepada rakyat, bertindak represif dan lupa bahwa kedaulatan ini adalah milik rakyat, bahkan pilihan untuk kebutuhan-kebutuhan publik dan suara demokrasi yang substantif telah ditinggalkan atau diabaikan begitu saja bagi pejabat. Padahal mereka para pejabat publik ada, karena adanya rakyat yang memiliki hak suara sebagai instrumen penting dalam memulai wacana pemerintah ke depan.
Beberapa permasalahan tentang ketidakpuasan kinerja pemerintah, keinginan dan harapan-harapannya tidak didengar, hak-haknya dipasung, aspek dan peluang publiknya dihambat, adanya dominasi hak rakyat, berisi keras kepada rakyat, bertindak represif dan lupa bahwa kedaulatan ini adalah milik rakyat, bahkan pilihan untuk kebutuhan-kebutuhan publik dan suara demokrasi yang substantif telah ditinggalkan atau diabaikan begitu saja bagi pejabat. Padahal mereka para pejabat publik ada, karena adanya rakyat yang memiliki hak suara sebagai instrumen penting dalam memulai wacana pemerintah ke depan.
Secara praksis pemerintah dalam pelayanan publik harus
memperhatikan ide brilian yang digagas oleh paradigma “the new public services”
karena membawa pesan moral sebagaimana tuntutan masyarakat kontemporer dewasa
ini. Paradigma the new public service (NPS) manakah yang diterapkan pemerintah
dalam pelayanan publik? Apakah paradigma NPS cukup handal bagi pemerintahan di
Indonesia dalam mengatasi persoalan-persoalan yang muncul dalam melayani warga
negara? Atau sebaliknya keinginan warga negara dengan harapan yang begitu
banyak berakhir di kekuasaan birokrasi yang birokratis mengandalkan hirarki,
tidak efisien, tidak efektif, tidak transparan, bahkan berujung pada
praktek-praktek patrimonial yang melindungi (memberikan hak-hak istimewa kepada
seseorang) dan memihak pada afiliasi ras, suku, etnis, partai politik dan
pemerintahan yang sedang berjalan.
King dan Stivers (1998) dalam buku Government
is Us, mendesak agar para administrator melibatkan warga masyarakat.
Mereka harus melihat rakyat sebagai warga Negara (bukan sebagai pelanggan),
sehingga dapat saling membagi otoritas dan melonggarkan kendali, serta percaya
terhadap keefektifan kolaborasi. Mereka harus membangun trust dan
bersikap responsif terhadap kepentingan atau kebutuhan masyarakat, dan bukan
semata mencari efisiensi yang lebih tinggi sebagaimana dituntut dalam NPM. NPS
mengutamakan keterlibatan warga masyarakat yang harus dilihat sebagai
“investasi” yang signifikan.
Denhardt dan R.B. Denhardt (2003), menyarankan
meninggalkan prinsip paradigma OPA dan paradigma NPM, beralih ke prinsip
paradigma NPS dalam administrasi publik, yaitu para birokrat/administrator
harus :
1. Melayani dari pada mengendalikan (service rather
than steer);
2. Mengutamakan kepentingan publik (seek the public
interest);
3. Lebih menghargai warga Negara dari pada kewirausahaan
(value citizenship over entrepreneurship);
4. Berpikir strategis, dan bertindak demokratis (think
strategically, act democratically);
5. Melayani warga masyarakat, bukan pelanggan (serve
citizen not customer);
6. Menyadari akuntabilitas bukan merupakan hal mudah (recognize
that accountability is not simple);
7. Menghargai orang, bukan hanya produktivitas (value
people, not just productivity).
Beberapa permasalahan
tentang ketidakpuasan kinerja pemerintah, keinginan dan harapan-harapannya
tidak didengar, hak-haknya dipasung, aspek dan peluang publiknya dihambat,
adanya dominasi hak rakyat, berisi keras kepada rakyat, bertindak represif dan
lupa bahwa kedaulatan ini adalah milik rakyat, bahkan pilihan untuk
kebutuhan-kebutuhan publik dan suara demokrasi yang substantif telah
ditinggalkan atau diabaikan begitu saja bagi pejabat. Padahal mereka para
pejabat publik ada, karena adanya rakyat yang memiliki hak suara sebagai instrumen
penting dalam memulai wacana pemerintah ke depan. Secara praksis pemerintah
dalam pelayanan publik harus memperhatikan ide brilian yang digagas oleh
paradigma “the new public services” karena membawa pesan moral sebagaimana
tuntutan masyarakat kontemporer dewasa ini. Paradigma the new public service
(NPS) manakah yang diterapkan pemerintah dalam pelayanan publik? Apakah
paradigma NPS cukup handal bagi pemerintahan di Indonesia dalam mengatasi
persoalan-persoalan yang muncul dalam melayani warga negara? Atau sebaliknya
keinginan warga negara dengan harapan yang begitu banyak berakhir di kekuasaan
birokrasi yang birokratis mengandalkan hirarki, tidak efisien, tidak efektif,
tidak transparan, bahkan berujung pada praktek-praktek patrimonial yang
melindungi (memberikan hak-hak istimewa kepada seseorang) dan memihak pada
afiliasi ras, suku, etnis, partai politik dan pemerintahan yang sedang
berjalan Menuju Paradigma The New Public Service(NPS)
Gagasan Denhardt & Denhardt tentang
Pelayanan Publik Baru(PPB) menegaskan bahwa pemerintah seharusnya tidak
dijalankan seperti layaknya sebuah perusahaan tetapi melayani masyarakat secara
demokratis, adil, merata, tidak diskriminatif, jujur dan akuntabel . Karena
bagi paradigma ini; (1) nilai-nilai demokrasi, kewarganegaraan dan kepentingan
publik adalah merupakan landasan utama dalam proses penyelenggaraan
pemerintahan; (2) nilai-nilai tersebut memberi energi kepada pegawai pemerintah
atau pelayan publik dalam memberikan pelayanannya kepada publik secara lebih
adil, merata, jujur, dan bertanggungjawab.
Oleh karenanya pegawai pemerintah atau
aparat birokrat harus senantiasa melakukan rekonstruksi dan membangun jejaring
yang erat dengan masyarakat atau warganya. Pemerintah perlu mengubah pendekatan kepada masyarakat
dari suka memberi perintah dan mengajari masyarakat menjadi mau mendengarkan
apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan masyarakat, bahkan dari suka
mengarahkan dan memaksa masyarakat menjadi mau merespon dan melayani apa yang
menjadi kepentingan dan harapan masyarakat. Karena dalam paradigma the new
public service dengan menggunakan teori demokrasi ini beranggapan bahwa
tugas-tugas pemerintah untuk memberdayakan rakyat dan mempertanggungjawabkan
kinerjanya kepada rakyat pula. Hal ini dimaksudkan bahwa para penyelenggara
negara harus mendengar kebutuhan dan kemauan warga negara (citizens). Pelayanan
publik yang di praktekkan dengan situasi yang kreatif, dimana warga negara dan
pejabat publik dapat bekerja sama mempertimbangkan tentang penentuan dan
implementasi dari birokrasi publik, yang berorientasi pada ”aktivitas
administrasi dan aktivitas warga negara”.
Untuk meningkatkan suatu pelayanan publik yang demokratis,maka pilihan
terhadap “the New Public Service (NPS)” dapat menjanjikan suatu
perubahan realitas dan kondisi birokrasi pemerintahan. Aplikasi dari konsep ini
agak menantang dan membutuhkan keberanian bagi aparatur pemerintahan dalam
penyelenggaraan pelayanan publik, karena mengorbankan waktu, tenaga untuk
mempengaruhi semua sistem yang berlaku. Alternatif yang ditawarkan adalah
pemerintah harus mendengar suara publik dalam berpartisipasi bagi pengelolaan
tata pemerintahan. Memang tidak gampang meninggalkan kebiasaan memerintah atau
mengatur pada konsep administrasi lama, dari pada mengarahkan, menghargai pendapat
sebagaimana yang disarankan konsep NPS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar