Kamis, 12 November 2015

MAKALAH PENEMUAN KEBENARAN




MAKALAH
PENEMUAN KEBENARAN
01 Logo Undana (Warna)
KELOMPOK 5
KETUA ;PAULINUS BENDU
ANGGOTA;
·         CRISTIAN DAHAMONI
·         ARISKA ATU
·         VINSENSIUS WOGO
·         YOYARID TULE

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOCIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Filsafat Ilmu sesuai dengan waktu yang diharapkan.
Tugas ini di susun untuk melengkapi penilaian dosen, dengan harapan tugas ini dapat membuat mahasiswa mengerti dan memahami mengenai mata kuliah Filsafat Ilmu.
Terima kasih yang sebesar-sebesarnya kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini, khususnya kepada dosen mata kuliah Filsafat Ilmu yang telah memberikan tugas makalah ini.
Akhir kata, semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Tulisan ini tentunya masih memiliki banyak kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat kami harapkan.

                                    Kupang, 20 Maret 2015
   

 Penyusun












DAFTAR ISI
Kata pengantar....................................................................................................................
Daftar isi.............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................
1.1  Latar Belakang..............................................................................................................
1.2  Rumusan Masalah.........................................................................................................
1.3  Tujuan...........................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................
2.1  Penemuan Kebenaran...................................................................................................
2.2  Definisi Kebenaran.......................................................................................................
2.3  Jenis-jenis Kebenaran....................................................................................................
2.4  Sifat-sifat Kebenaran....................................................................................................
2.5  Teori-teori Kebenaran...................................................................................................
BAB III PENUTUP...........................................................................................................
3.1  Kesimpulan...................................................................................................................
3.2  Saran.............................................................................................................................











BAB I
PENDAHULUAN
1.1        Latar Belakang
Manusia selalu berusaha menemukan kebenaran. Beberapa cara ditempuh untuk memperoleh kebenaran, antara lain dengan menggunakan rasio seperti para rasionalis dan melalui pengalaman atau empiris. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia membuahkan prinsip-prinsip yang lewat penalaran rasional, kejadian-kejadian yang berlaku di alam itu dapat dimengerti. Ilmu pengetahuan harus dibedakan dari fenomena alam. Fenomena alam adalah fakta, kenyataan yang tunduk pada instrumen-hukum yang menyebabkan fenomena itu muncul. Ilmu pengetahuan adalah formulasi hasil aproksimasi atas fenomena alam atau simplifikasi atas fenomena tersebut.
Pendidikan pada umumnya dan ilmu pengetahuan pada khususnya mengemban tugas utama untuk menemukan, pengembangan, menjelaskan, menyampaikan nilai-nilai kebenaran. Semua orang yang berhasrat untuk mencintai kebenaran, bertindak sesuai dengan kebenaran. Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran. Kebenaran sebagai ruang lingkup dan obyek Instrumen manusia sudah lama menjadi penyelidikan manusia. Manusia sepanjang sejarah kebudayaannya menyelidiki secara terus menerus apakah hakekat kebenaran itu.
Jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksanakan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenaran, tanpa melaksanakan kebenaran tersebut manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik spikologis. Menurut para ahli filsafat itu bertingkat-tingkat bahkan tingkat-tingkat tersebut bersifat hirarkhis. Kebenaran yang satu di bawah kebenaran yang lain tingkatan kualitasnya ada kebenaran instrumen, ada kebenaran mutlak (instrumen). Ada kebenaran alami dan ada pula kebenaran illahi, ada kebenaran khusus individual, ada pula kebenaran umum universal.

1.2        Rumusan Masalah
a         Apa yang dimaksud dengan Penemuan Kebenaran?
b        Apa yang dimaksud dengan Kebenaran?
c         Apa saja jenis-jenis Kebenaran?
d        Apa yang sifat-sifat Kebenaran?
e         Apa saja teori-teori Kebenaran?
1.3        Tujuan
a         Untuk menyelesaikan tugas mata kuliah filsafat ilmu
b        Memberikan pemahaman kepada pembaca maupun penyusun mengenai penemuan kebenaran

















BAB II
PEMBAHASAN
2.1        Penemuan Kebenaran
Cara untuk menemukan kebenaran berbeda-beda. Dari berbagai cara untuk menemukan kebenaran dapat dilihat cara yang ilmiah dan nonilmiah. Cara-cara untuk menemukan kebenaran sebagaimana diuraikan oleh Hartono Kasamadi, dkk, (1990) sebagai berikut:
a)      Penemuan Secara Kebetulan
Penemuan kebenaran secara kebetulan adalah penemuan yang berlangsung tanpa disengaja. Dalam sejarah manusia, penemuan secara kebetulan itu banyak juga yang berguna walaupun terjadinya tidak dengan cara yang ilmiah, tidak disengaja dan tanpa rencana. Cara ini tidak dapat diterima dalam metode keilmuan untuk menggali pengetahuan atau ilmu.
b)      Penemuan “Coba dan Ralat” (Trial Dan Error)
Penemuan coba dan ralat terjadi tanpa adanya kepastian akan berhasil atau tidak berhasil kebenaran yang dicari. Memang ada aktifitas mencari kebenaran, tetapi aktifitas itu mengandung unsure spekulatif  atau “untung-untungan”. Penemuan dengan cara ini kerap kali memerlukan waktu yang lama, karena memang tanpa rencana, tidak terarah, dan tidak diketahui tujuanya. Cara coba dan ralat inipun tidak dapat diterima sebagai cara ilmiah dalam usaha untuk mengungkapkan kebenaran.
c)      Penemuan melalui Otoritas atau Kewibawaan
Pendapat orang-orang yang memiliki kewibawaan, misalnya orang-orang yang mempunyai kedudukan dan kekuasaan sering diterima sebagai kebenaran meskipun pendapat itu tidak didasarkan kepada pembuktian ilmiah. Pendapat itu tidak berarti tidak ada gunanya. Pendapat itu tetap berguna, terutama dalam merangsang usaha penemuan baru bagi orang-orang yang menyangsikanya. Namun demikian adakalanya pendapat itu ternyata tidak dapat dibuktikan kebenaranya. Dengan demikian pendapat pemegang otoritas itu bukanlah pendapat yang berasal dari penelitian, melainkan hanya berdasarkan pemikiran.

d)     Penemuan secara spekulatif
Cara ini mirip dengan cara coba dan ralat. Akan tetapi, perbedaanya dengan coba dan ralat memang ada. Seseorang yang menghadapi suatu masalah yang harus dipecahkan pada penemuan secara spekulatif, mungkin sekali ia membuat sejumlah alternative pemecahan. Kemudian ia mungkin memilih satu instrumen  pemecahan, sekalipun ia tidak yakin mengenai pemecahanya.
e)      Penemuan Kebenaran Lewat Cara Berpikir kritis dan Rasional
Telah banyak kebenaran yang dicapai oleh manusia sebagai hasil upayanya menggunakan kemampuan berpikirnya. Dalam menghadapi masalah, manusia berusaha menganalisisnya berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki untuk sampai pada pemecahan yang tepat. Cara berpikir yang ditempuh pada tingkat permulaan dalam memecahkan masalah adalah dengan cara berpikir analitis dan cara berpikir sintetis.
f)       Penemuan Kebenaran Melalui Penelitian Ilmiah
Cara mencari kebenaran yang dipandang ilmiah ialah yang dilakukan melalui penelitian. Penelitian adalah penyaluran hasrat ingin tahu pada manusia dalam taraf keilmuan. Penyaluran sampai pada taraf setinggi ini disertai oleh keyakinan bahwa ada sebab bagi setiap akibat, dan bahwa setiap gejala yang tampak dapat dicari penjelasanya secara ilmiah. Pada setiap penelitian ilmiah melekat cirri-ciri umum, yaitu pelaksanaanya yang  metodis harus mencapai  suatu kesseluruhan yang logis dan koheren.  Cirri lainya adalah universalis. Setiap penelitian ilmiah harus objektif, artinya terpimpim oleh  objek dan tidak mengalami distorsi karena adanya berbagai prasangka subjektif.








2.2        Definisi Kebenaran
Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran. Berdasarkan scope potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi :
a         Tingkatan kebenaran indera adalah tingakatan yang paling sederhanan dan pertama yang dialami manusia
b        Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui indara, diolah pula dengan rasio
c         Tingkat filosofis, rasio dan instrumen murni, renungan yang mendalam mengolah kebenaran itu semakin tinggi nilainya
d        Tingkatan instrumen, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan.
Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenran, tanpa melaksankan konflik kebenaran, manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik spilogis. Karena di dalam kehidupan manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya dan manusia juga tidak akan bosan untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang dimana selalu ditunjukan oleh kebenaran. Hal kebenaran sesungguhnya merupakan tema sentral di dalam filsafat ilmu. Secara umum orang merasa bahwa tujuan pengetahuan adalah untuk mencapai kebenaran. Problematik mengenai kebenaran merupakan masalah yang mengacu pada tumbuh dan berkembangnya dalam filsafat ilmu.
Dalam kamus umum Bahasa Indonesia (oleh Purwadarminta), ditemukan arti kebenaran, yaitu:
a         Keadaan yang benar (cocok dengan hal atau keadaan sesungguhnya);
b        Sesuatu yang benar (sungguh-sungguh ada, betul demikian halnya);
c         kejujuran, ketulusan hati;
d        Selalu izin, perkenanan;
e         Jalan kebetulan

2.3        Jenis-jenis Kebenaran
Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami arti kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu. Sebaliknya, jika pengetahuan dan pemahaman tentang kebenaran, tanpa melaksankan konflik kebenaran, manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik spilogis. Karena di dalam kehidupan manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi oleh kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya dan manusia juga tidak akan bosan untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang selalu ditunjukkan oleh kebenaran tersebut. Dalam usaha mencari kebenaran, dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan dan terdapat beberapa jenis – jenis kebenaran yaitu:
a         Kebenaran epistomologikal
adalah kebenaran dalam hubungannya dengan pengetahuan manusia. Maksudnya yakni kebenaran tersebut berasal dari kemampuan manusia dalam mempelajari alam lewat panca indra dan pikirannya. Dalam menemukan kebenaran tersebut, mereka menggabungkan segala kejadian yang ditemuinya  bersifat rasional maupun secara empiris. Ada empat teori yang menjelaskan tentang kebenaran epistemologi yaitu yang pertama adalah teori korespondensi, yang menyatakan bahwa kebenaran adalah kemanunggalan antara subyek (esensi yang diberikan) dengan obyek (esensi yang melekat pada obyeknya). Kedua adalah teori koherensi yang menyatakan bahwa kebenaran ditegakkan atas hubungan antara putusan yang baru dengan putusan-putusan sebelumnya yang telah diketahui dan diakui kebenarannya terlebih dahulu. Disebut koheren jika memenuhi empat syarat penegrtian yang bersifat psikologis, logis, kepastian dan keyakinan tidak dapat dikoreksi dan kepastian yang dignakan dalam pembicaraan umum. Teori kebenaran yang ketiga adalah pragmatisme kebenaran yang menyatakan bahwa benar tidaknya sesuatu ucapan, dalil semata-mata bergantung pada azas manfaat (bersifat fungsional bagi manusia) dan teori terakhir adalah agama sebagai teori kebenaran. Dalam teori ini sesuatu dinyatakan benar apabila sesuai dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak   Contohnya adalah seseorang melihat ikan yang sedang berenang, secara rasional ikan tersebut hidup sehingga ia perlu melakukan aktivitas berenang untuk mendapatkan makanan.


b        Kebenaran ontologikal
adalah kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat kepada segala sesuatu yang ada maupun diadakan. Maksudnya adalah kebenaran ontologis berkaitan dengan sifat dasar atau kodrat dari objek. Misalnya kita mengatakan bahwa batu adalah benda padat yang keras. Ini merupakan sebuah kebenaran yang ontologis, sebab pada hakikatnya batu merupakan benda padat yang keras. Manusia yang benar adalah manusia yang mengerti dan sesuai dengan kodrat dasar kemanusiaanya. Kebenaran ontologis dapat dibedakan menjadi : kebenaran ontologis essensialis ( menyangkut sifat dasar atau kodrat sesuatu), naturalis ( menyangkut kodrat yang diciptakan Tuhan), artifisial ( menyangkut kodrat yang diciptakan manusia ).
c         Kebenaran semantikal
adalah kebenaran yang terdapat serta melekat di dalam tutur kata dan bahasa. Kebenaran ini berkaitan dengan pemakaian bahasa. Ini bergantung pada kebebasan manusia sebagai mahluk yang bebas melakukan sesuatu. Bahasa merupakan ungkapan dari kebenaran.
2.4        Sifat-sifat Kebenaran
 Karena kebenaran tidak dapat begitu saja terlepas dari kualitas, sifat, hubungan, dan nilai itu sendiri, maka setiap subjek yang memiliki pengetahuan akan memiliki persepsi dan pengertian yang amat berbeda satu dengan yang lainnya, dan disitu terlihat sifat-sifat dari kebenaran. Sifat kebenaran dapat dibedakan menjadi tiga hal, yaitu:
1        Kebenaran berkaitan dengan kualitas pengetahuan,
Kebenaran berkaitan dengan kualitas pengetahuan, dimana setiap pengetahuan yang dimiliki ditilik dari jenis pengetahuan yang dibangun. Pengetahuan itu berupa:
a         Pengetahuan biasa atau disebut ordinary knowledge atau common sense knowledge. Pengetahuan seperti ini memiliki inti kebenaran yang sifatnya subjektif, artinya amat terikat pada subjek yang mengenal.
b        Pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah menetapkan objek yang khas atau spesifik dengan menerapkan metodologi yang telah mendapatkan kesepakatan para ahli sejenis. Kebenaran dalam pengetahuan ilmiah selalu mengalami pembaharuan sesuai dengan hasil penelitian yang penemuan mutakhir.
c         Pengetahuan filsafat, yaitu jenis pengetahuan yang pendekatannya melalui metodologi pemikiran filsafat, bersifat mendasar dan menyeluruh dengan model pemikiran analitis, kritis, dan spekulatif. Sifat kebenaran yang terkandung adalah absolute-intersubjektif.
d        Kebenaran pengetahuan yang terkandung dalam pengetahuan agama. Pengetahuan agama bersifat dogmatis yang selalu dihampiri oleh keyakinan yang telah tertentu sehingga pernyataan dalam kitab suci agama memiliki nilai kebenaran sesuai dengan keyakinan yang digunakan untuk memahaminya.
2        Kebenaran dikaitkan dengan sifat atau   karakteristik  dari  bagaimana cara atau dengan alat apakah seseorang membangun pengetahuannya.
Implikasi dari penggunaan alat untuk memperoleh pengetahuan akanmengakibatkan karakteristik kebenaran yang dikandung oleh pengetahuan akan memiliki cara tertentu untuk membuktikannya. Jadi jika membangun pengetahuan melalui indera maka pembuktiannya harus melalui indera pula.
3        Kebenaran dikaitkan atas ketergantungan terjadinya pengetahuan.
Membangun pengetahuan tergantung dari hubungan antara subjek dan objek, mana yang dominan. Jika subjek yang berperan, maka jenis pengetahuan ini mengandung nilai kebenaran yang bersifat subjektif. Sebaliknya, jika objek yang berperan, maka jenis pengetahuannya mengandung nilai kebenaran yang sifatnya objektif.
Kebenaran    dapat   digunakan    sebagai suatu kata benda yang konkret maupun abstrak. Adapun kebenaran dapat berkaitan dengan:
1        Kualitas pengetahuan
Artinya bahwa setiap pengetahuan dimiliki seseorang yang mengetahui suatu obyek ditinjau dari pengetahuan yang dibangun. Pengetahuan tersebut berupa :
a         Pengetahuan biasa yang sifatnya subyektif
b        Pengetahuan ilmiah yang bersifat instrument
c         Pengetahuan filasafati yang sifatnya instrumen-intersubyektif
d        Pengetahuan agama yang bersifat instrument
2        Karakteristik cara membangun pengetahuan:
a         Penginderaan
b        Akal instrumen/ ratio/ intuisi
c         Keyakinan
3        Jenis pengetahuan menurut instrumen karakteristik:
a         Pengetahuan indrawi
b        Pengetahuan akal budi
c         Pengetahuan intuitif
d        Pengetahuan kepercayaan/ pengetahuan otoritatif
e         Pengetahuan lain-lain
4        Ketergantungan terjadinya pengetahuan, yang artinya bagaimana hubungan subjek dan objek. Bila yang dominan subjek maka sifatnya subjektif, sebaliknya bila yang dominan objek maka sifatnya objektif.
2.5        Teori-teori Kebenaran
Ilmu pengetahuan terkait erat dengan pencarian kebenaran, yakni kebenaran ilmiah. Ada banyak yang termasuk pengetahuan manusia, namun tidk semua hal itu langsung kita golongkan sebagai ilmu pengetahuan. Hanya pengetahuan tertentu, yang diperoleh dari kegiatan ilmiah, dengan metode yang sistematis, melalui penelitian, analisis dan pengujian data secara ilmiah, yang dapat kita sebut sebagai ilmu pengetahuan. Dalam sejarah filsafat, terdapat beberapa teori tentang kebenaran, yakni:
a        Teori Koresondensi / Teori Persesuaian (The Correspondence theory of truth)
Teori ini sampai tingkat tertentu sudah dimunculkan Aristoteles, mengatakan hal yang ada sebagai tidak ada, atau yang tidak ada sebagai ada, adalah salah. Sebaliknya, mengatakan yang ada sebagai ada, atau yang tidak ada sebagai tidak ada, adalah benar. Dengan ini Aristoteles sudah meletakkan dasar bagi teori kebenaran sebagai persesuaian bahwa kebenaran adalah persesuaian antara apa yang dikatakan dengan kenyataan. Jadi suatau pernyataan dianggap benar jika apa yang dinyatakan memiliki keterkaitan (correspondence) dengan kenyataan yang diungkapkan dalam pernyataan itu. Menurut teori ini, kebenaran adalah soal kesesuaian antara apa yang diklaim sebagai diketahui dengan kenyataan yang sebenarnya. Benar dan salah adalah soal sesuai tidaknya apa yang dikatakan dengan kenyataan sebagaimana adanya. Atau dapat pula dikatakan bahwa kebenaran terletak pada kesesuaian antara subjek dan objek, yaitu apa yang diketahui subjek dan realitas sebagaimana adanya. Kebenaran sebagai persesuaian juga disebut sebagai kebenaran empiris, karena kebenaran suatu pernyataan proposisi, atau teori, ditentukan oleh apakah pernyataan, proposisi atau teori didukung fakta atau tidak. Suatu ide, konsep, atau teori yang benar, harus mengungkapkan relaitas yang sebenarnya. Kebenaran terjadi pada pengetahuan. Pengetahuan terbukti benar dan menjadi benar oleh kenyataan yang sesuai dengan apa yang diungkapkan pengetahuan itu. Oleh karena itu, bagi teori ini, mengungkapkan realitas adalah hal yang pokok bagi kegiatan ilmiah. Dalam mengungkapkan realitas itu, kebenaran akan muncul dengan sendirinya ketika apa yang dinyatakan sebagai benar memang sesuai dengan kenyataan. . Kebenaran adalah kesesuaian pernyataan dengan fakta, yang berselaran dengan realitas yang serasi dengan sitasi instrumen.
Dengan demikian ada lima instrumen yang perlu yaitu :
·         Statemaent (pernyataan)
·         Persesuaian (instrumen)
·         Situasi (situation)
·         Kenyataan (realitas)
·         Putusan (judgements)
b        Teori Konsistensi atau Teori Koherensi (The Coherence Theory of Truth)
Jika teori kebenaran sebagai persesuaian dianut oleh kaum empiris, maka teori yang kedua ini, yaitu teori kebenaran sebagai keteguhan, dianut oleh kaum rasionalis seperti Leibniz, Benedictus Spinoza, Descartes, George Hegel, dlsb.
Menurut teori ini, kebenaran tidak ditemukan dalam kesesuaian antara proposisin dengan kenyataanmelainkan dalam relasi antara proposisi baru dengan proposisi yang sudah ada. Maka suatu pengetahuan, teori, pernyataan, proposisi, atau hipotesis dianggap benar jika proposisi itu meneguhkan dan konsisten dengan proposisi sebelumnya yang dianggap benar. Bagi kaum rasionalis, pengetahuan tidak mungkin instrumen keluar dari pikiran atau akal budi manusia untuk berhadapan langsung dengan realitas, dan dari situ instrumen diketahui apakah pengetahuan itu benar atau tidak.Matematika dan ilmu-ilmu pasti lainnya sangat menekankan teori ini.
Menurut para penganut teori ini, mengatakan bahwa suatu pernyataan atau proposisi benar atau salah, adalah mengatakan bahwa proposisi itu berkaitan dan meneguhkan proposisi atau pernyataan yang lain atau tidak. Dengan kata lain, pernyataan itu benar jika pernyataan itu cocok dengan instrumen pemikiran yang ada. Maka kebenaran sesunguhnya hanya berkaitan dengan implikasi logis dari instrumen pemikiran yang ada. Misalnya: (1) Semua manusia pasti mati; (2) Sokrates adalah manusia; (3) Sokrates pasti mati.
c         Teori Pragmatisme (The Pragmatic Theory of Truth)
Teori pragmatis tentang kebenaran ini dikembangkan dan dianut oleh para pilosof pragmatis dari Amerika seperti Charles Sanders Pierce dan William James. Bagikaum pragmatis, kebenaran sama artinya dengan kegunaan. Jadi, ide, konsep, pernyataan, atau hipotesis yang benar adalah ide yang berguna. Ide yang benar adalah ide yang paling mampu memungkinkan seseorang—berdasarkan ide itu—melakukan sesuatu secara paling berhasil dan tepat guna. Dengan kata lain, berhasil dan berguna adalah instrumen utama untuk menentukan apakah suatu ide benar atau tidak. Contohnya, ide bahwa kemacetan di jalan-jalan besar di Jakarta disebabkan terlalu banyak kendaraan pribadi yang ditumpangi satu orang. Maka, konsep solusinya, “wajibkan kendaraan pribadi ditumpangi minimal oleh tiga penumpang”. Ide tersebut benar jika ide itu berguna atau berhasil memecahkan persoalan kemacetan.
Piecre mengatakan bahwa ide yang jelas dan benar mau tidak mau mempunyai konsekuensi praktis pada tindakan tertentu. Artinya, jika ide itu benar, maka ketika diterapkan akan berguna dan berhasil untuk memecahkan suatu persoalan dan menentukan perilaku manusia. William James mengembangkan teori pragmatisnya dengan berangkat dari pemikirannya tentang “berpikir”. Menurutnya, fungsi dari berpikir bukan untuk menangkap kenyataan tertentu, melainkan untuk membentuk ide tertentu demi memuaskan kebutuhan atau kepentingan manusia. Oleh karena itu, pernyataan penting bagi James adalah jika suatu ide diangap benar, apa perbedaan praktis yang akan timbul dari ide ini dibandingkan dengan ide yang tidak benar. Apa konsekuensi praktis yang berbeda dari ide yang benar dibandingkan dengan ide yang keliru. Menurut William James, instrumen teori yang benar adalah instrumen teori yang berguna dan berfungsi memenuhi tuntutan dan kebutuhan kita. Sebaliknya, ide yang salah, adalah ide yang tidak berguna atau tidak berfungsi membanu kita memenuhi kebutuhan kita.
Dengan demikian bagi William James, ide yang benar adalah ide yang dalam penerapannya paling berguna dan paling behasil memungkinkan manusia bertindak atau melakukan sesuatu. Artinya, jika ide tertentu itu benar, maka ide itu akan berguna dan berhasil membantu manusia untuk bertindak secara tertentu. Maka kebenaran, sama dengan berguna atau kebergunaan. Ide yang berguna lalu berarti ide yang benar dan sebaliknya. Ini berarti pula, suatu ide yang benar akan memungkinkan kita dan menuntun kita untuk sampai pada kbenaran, atau memungkinkan kita untuk sampai pada apa yang diklaim dalam instrumen pernyataan tersebut. Contohnya, ide tentang kinerja sebagai berbanding lurus dengan reward atau appraisal. Ide ini benar jika naiknya jaminan bagi pekerja ternyata meningkatkan kinerja atau produktifitas pekerja. Benar, dengan demikian, sama artinya dengan berfungsi, berlaku.
Ide yang benar adalah ide yang berfungsi dan berlaku membantu manusia bertindak secara tertentu secara berhasil. Maka menurut Jhon Dewey dan William James, ide yang benar sesungguhnya adalah instrumen untuk bertindak secara berhasil. Kebenaran yang terutama ditekankan oleh kaum pragmatis ini adalah kebenaran yang menyangkut “pengetahuan bagaimana” (know-how). Suatu ide yang benar adalah ide yang memungkinkan saya berhasil memperbaiki atau menciptakan sesuatu. Dalam hal ini, kaum pragmatis sesungguhnya tidak menolak teori kebenaran dari kaum rasionalis maupun teori kebenaran kaum empiris. Hanya saja, bagi mereka suatu kebenaran apriori hanya benar bila kalau kebenaran itu berguna dalam penerapannya yang memunginkan manusia bertindak secara efektif. Demikian pula, tolok ukur kebenaran suatu ide bukanlah realitas statis, melainkan realitas tindakan. Jadi, keseluruhan kenyataan yang memperlihatkan kebergunaan ide tersebut.
d        Kebenaran Religius atau teori kebenaran performatif (The Performative Theory of Thruth)
Teori ini terutama dianut oleh filsuf seperti Frank Ramsey, Jhon Austin, dan Peter Strawson. Filsuf-filsuf ini mau menentang teori klasik bahwa “benar” dan “salah” adalah ungkapan yang hanya menyatakan sesuatu (deskriptif). Proposisi yang benar berarti proposisi itu menyatakan sesuatu yang memang dianggap benar. Demikian sebaliknya. Namun justeru inilah yang ingin ditolak oleh para filsuf ini.
Menurut teori ini, suatu pernyataan dianggap benar jika ia menciptakan realitas. Jadi pernyataan yang benar bukanlah pernyataan yang mengungkapkan realitas, tetapijusteru dengan pernyataan itu tercipta realitas sebagaimana yang diungkapkan dalam pernyataan itu. Misalnya, “Dengan ini saya mengangkat anda sebagai manager perusahaan TX”. Dengan pernyataan itu tercipta sebuah realitas baru yaitu anda sebagai manager perusahaan TX.
Kebenaran adalah kesan subjek tentang suatu realita, dan perbandingan antara kesan dengan realita objek. Jika keduanya ada persesuaian, persamaan maka itu benar. Kebenaran tak cukup hanya diukur dengan rasion dan kemauan individu. Kebenaran bersifat objective, universal,berlaku bagi seluruh umat manusia, karena kebenaran ini secara antalogis dan oxiologis bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui wahyu.  Nilai kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan itu adalah objektif namun bersifat superrasional dan superindividual. Bahkan bagi kaum instrumen kebenarn aillahi ini adalah kebenaran tertinggi.
e         Teori Kebenaran Konsensus
Suatu teori dinyatakan benar jika teori itu berdasarkan pada instrumen atau perspektif tertentu dan ada komunitas ilmuwan yang mengakui atau mendukung instrumen tersebut. Banyak sejarawan dan filosof sains masa kini menekankan bahwa serangkaian fenomena atau realitas yang dipilih untuk dipelajari oleh kelompok ilmiah tertentu ditentukan oleh pandangan tertentu tentang realitas yang telah diterima secara apriori oleh kelompok tersebut. Pandangan apriori ini disebut instrumen oleh Kuhn dan world view oleh Sardar. Paradigma ialah apa yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota suatu masyarakat sains atau dengan kata lain masyarakat sains adalah orang-orang yang memiliki suatu instrumen bersama.
Masyarakat sains mencapai instrumen yang kokoh karena adanya instrumen. Pengujian suatu  instrumen terjadi setelah adanya kegagalan berlarut-larut dalam memecahkan masalah yang menimbulkan krisis. Falsifikasi terhadap sesuatu akan menyebabkan suatu teori yang telah mapan ditolak karena hasilnya instrume. Teori baru yang memenangkan kompetisi akan mengalami verifikasi . Proses verifikasi-falsifikasi memiliki kebaikan yang sangat mirip dengan kebenaran dan memungkinkan adanya penjelasan tentang kesesuaian atau ketidaksesuaian antara fakta dan teori.




BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan
Bahwa kebenaran itu sangat ditentukan oleh potensi subyek kemudian pula tingkatan validitas. Kebenaran ditentukan oleh potensi subyek yang berperanan di dalam penghayatan atas sesuatu itu. Bahwa kebenaran itu adalah perwujudan dari pemahaman (comprehension) subjek tentang sesuatu terutama yang bersumber dari sesuatu yang diluar subyek itu realita, perisitwa, nilai-nilai (norma dan hukum) yang bersifat umum. Bahwa kebenaran itu ada yang relatif terbatas, ada pula yang umum. Bahkan ada pula yang mutlak, abadi dan universal. Wujud kebenaran itu ada yang berupa penghayatan lahiriah, jasmaniah, indera, ada yang berupa ide-ide yang merupkan pemahaman potensi subjek (mental,r asio, intelektual). Bahwa substansi kebenaran adalah di dalam antaraksi kepribadian manusia dengan alam semesta. Tingkat wujud kebenaran ditentukan oleh potensi subjek yang menjangkaunya. Semua teori kebenaran itu ada dan dipraktekkan manusia di dalam kehidupan nyata. Yang mana masing-masing mempunyai nilai di dalam kehidupan manusia.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar