MAKALAH
PENEMUAN KEBENARAN
KELOMPOK 5
KETUA ;PAULINUS BENDU
ANGGOTA;
·
CRISTIAN
DAHAMONI
·
ARISKA
ATU
·
VINSENSIUS
WOGO
·
YOYARID
TULE
JURUSAN ILMU
ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOCIAL
DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS NUSA
CENDANA
KUPANG
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas mata
kuliah Filsafat Ilmu sesuai dengan waktu yang diharapkan.
Tugas ini di susun untuk melengkapi
penilaian dosen, dengan harapan tugas ini dapat membuat mahasiswa mengerti dan
memahami mengenai mata kuliah Filsafat Ilmu.
Terima kasih yang sebesar-sebesarnya
kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini, khususnya
kepada dosen mata kuliah Filsafat Ilmu yang telah memberikan tugas makalah ini.
Akhir kata, semoga tugas ini dapat
bermanfaat bagi pembaca. Tulisan ini tentunya masih memiliki banyak kekurangan,
untuk itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat kami
harapkan.
Kupang, 20
Maret 2015
Penyusun
DAFTAR
ISI
Kata
pengantar....................................................................................................................
Daftar isi.............................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN.................................................................................................
1.1 Latar
Belakang..............................................................................................................
1.2 Rumusan
Masalah.........................................................................................................
1.3 Tujuan...........................................................................................................................
BAB II
PEMBAHASAN..................................................................................................
2.1 Penemuan
Kebenaran...................................................................................................
2.2 Definisi
Kebenaran.......................................................................................................
2.3 Jenis-jenis
Kebenaran....................................................................................................
2.4 Sifat-sifat
Kebenaran....................................................................................................
2.5 Teori-teori
Kebenaran...................................................................................................
BAB III
PENUTUP...........................................................................................................
3.1 Kesimpulan...................................................................................................................
3.2 Saran.............................................................................................................................
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Manusia selalu berusaha menemukan
kebenaran. Beberapa cara ditempuh untuk memperoleh kebenaran, antara lain
dengan menggunakan rasio seperti para rasionalis dan melalui pengalaman atau empiris.
Pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia membuahkan prinsip-prinsip yang
lewat penalaran rasional, kejadian-kejadian yang berlaku di alam itu dapat
dimengerti. Ilmu pengetahuan harus dibedakan dari fenomena alam. Fenomena alam
adalah fakta, kenyataan yang tunduk pada instrumen-hukum yang menyebabkan
fenomena itu muncul. Ilmu pengetahuan adalah formulasi hasil aproksimasi atas
fenomena alam atau simplifikasi atas fenomena tersebut.
Pendidikan pada umumnya dan ilmu
pengetahuan pada khususnya mengemban tugas utama untuk menemukan, pengembangan,
menjelaskan, menyampaikan nilai-nilai kebenaran. Semua orang yang berhasrat
untuk mencintai kebenaran, bertindak sesuai dengan kebenaran. Kebenaran adalah
satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang menjadi
fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human
dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran. Kebenaran sebagai ruang
lingkup dan obyek Instrumen manusia sudah lama menjadi penyelidikan manusia.
Manusia sepanjang sejarah kebudayaannya menyelidiki secara terus menerus apakah
hakekat kebenaran itu.
Jika manusia mengerti dan memahami
kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksanakan kebenaran itu.
Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenaran, tanpa melaksanakan
kebenaran tersebut manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik
spikologis. Menurut para ahli filsafat itu bertingkat-tingkat bahkan
tingkat-tingkat tersebut bersifat hirarkhis. Kebenaran yang satu di bawah
kebenaran yang lain tingkatan kualitasnya ada kebenaran instrumen, ada
kebenaran mutlak (instrumen). Ada kebenaran alami dan ada pula kebenaran
illahi, ada kebenaran khusus individual, ada pula kebenaran umum universal.
1.2
Rumusan Masalah
a
Apa yang dimaksud dengan Penemuan Kebenaran?
b
Apa yang dimaksud dengan Kebenaran?
c
Apa saja jenis-jenis Kebenaran?
d
Apa yang sifat-sifat Kebenaran?
e
Apa saja teori-teori Kebenaran?
1.3
Tujuan
a
Untuk menyelesaikan tugas mata kuliah filsafat ilmu
b
Memberikan pemahaman kepada pembaca maupun penyusun mengenai
penemuan kebenaran
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Penemuan Kebenaran
Cara untuk menemukan kebenaran
berbeda-beda. Dari berbagai cara untuk menemukan kebenaran dapat dilihat cara
yang ilmiah dan nonilmiah. Cara-cara untuk menemukan kebenaran sebagaimana
diuraikan oleh Hartono Kasamadi, dkk, (1990) sebagai berikut:
a) Penemuan Secara Kebetulan
Penemuan kebenaran secara kebetulan
adalah penemuan yang berlangsung tanpa disengaja. Dalam sejarah manusia,
penemuan secara kebetulan itu banyak juga yang berguna walaupun terjadinya
tidak dengan cara yang ilmiah, tidak disengaja dan tanpa rencana. Cara ini
tidak dapat diterima dalam metode keilmuan untuk menggali pengetahuan atau
ilmu.
b) Penemuan “Coba dan Ralat” (Trial Dan
Error)
Penemuan coba dan ralat terjadi
tanpa adanya kepastian akan berhasil atau tidak berhasil kebenaran yang dicari.
Memang ada aktifitas mencari kebenaran, tetapi aktifitas itu mengandung unsure
spekulatif atau “untung-untungan”.
Penemuan dengan cara ini kerap kali memerlukan waktu yang lama, karena memang
tanpa rencana, tidak terarah, dan tidak diketahui tujuanya. Cara coba dan ralat
inipun tidak dapat diterima sebagai cara ilmiah dalam usaha untuk mengungkapkan
kebenaran.
c) Penemuan melalui Otoritas atau
Kewibawaan
Pendapat orang-orang yang memiliki
kewibawaan, misalnya orang-orang yang mempunyai kedudukan dan kekuasaan sering
diterima sebagai kebenaran meskipun pendapat itu tidak didasarkan kepada
pembuktian ilmiah. Pendapat itu tidak berarti tidak ada gunanya. Pendapat itu tetap
berguna, terutama dalam merangsang usaha penemuan baru bagi orang-orang yang
menyangsikanya. Namun demikian adakalanya pendapat itu ternyata tidak dapat
dibuktikan kebenaranya. Dengan demikian pendapat pemegang otoritas itu bukanlah
pendapat yang berasal dari penelitian, melainkan hanya berdasarkan pemikiran.
d) Penemuan secara spekulatif
Cara ini mirip dengan cara coba dan
ralat. Akan tetapi, perbedaanya dengan coba dan ralat memang ada. Seseorang
yang menghadapi suatu masalah yang harus dipecahkan pada penemuan secara
spekulatif, mungkin sekali ia membuat sejumlah alternative pemecahan. Kemudian
ia mungkin memilih satu instrumen
pemecahan, sekalipun ia tidak yakin mengenai pemecahanya.
e) Penemuan Kebenaran Lewat Cara
Berpikir kritis dan Rasional
Telah banyak kebenaran yang dicapai
oleh manusia sebagai hasil upayanya menggunakan kemampuan berpikirnya. Dalam
menghadapi masalah, manusia berusaha menganalisisnya berdasarkan pengalaman dan
pengetahuan yang dimiliki untuk sampai pada pemecahan yang tepat. Cara berpikir
yang ditempuh pada tingkat permulaan dalam memecahkan masalah adalah dengan
cara berpikir analitis dan cara berpikir sintetis.
f) Penemuan Kebenaran Melalui
Penelitian Ilmiah
Cara mencari kebenaran yang
dipandang ilmiah ialah yang dilakukan melalui penelitian. Penelitian adalah
penyaluran hasrat ingin tahu pada manusia dalam taraf keilmuan. Penyaluran
sampai pada taraf setinggi ini disertai oleh keyakinan bahwa ada sebab bagi
setiap akibat, dan bahwa setiap gejala yang tampak dapat dicari penjelasanya secara
ilmiah. Pada setiap penelitian ilmiah melekat cirri-ciri umum, yaitu
pelaksanaanya yang metodis harus
mencapai suatu kesseluruhan yang logis
dan koheren. Cirri lainya adalah
universalis. Setiap penelitian ilmiah harus objektif, artinya terpimpim oleh objek dan tidak mengalami distorsi karena
adanya berbagai prasangka subjektif.
2.2
Definisi Kebenaran
Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human.
Sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi
atau martabat kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu
kebenaran. Berdasarkan scope potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran
itu menjadi :
a
Tingkatan kebenaran indera adalah tingakatan yang paling
sederhanan dan pertama yang dialami manusia
b
Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan
disamping melalui indara, diolah pula dengan rasio
c
Tingkat filosofis, rasio dan instrumen murni, renungan yang
mendalam mengolah kebenaran itu semakin tinggi nilainya
d
Tingkatan instrumen, kebenaran mutlak yang bersumber dari
Tuhan yang Maha Esa dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman
dan kepercayaan.
Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan
memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran
itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenran, tanpa melaksankan
konflik kebenaran, manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik spilogis.
Karena di dalam kehidupan manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan
kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya dan manusia juga tidak akan bosan
untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang dimana selalu ditunjukan oleh
kebenaran. Hal kebenaran sesungguhnya merupakan tema sentral di dalam filsafat
ilmu. Secara umum orang merasa bahwa tujuan pengetahuan adalah untuk mencapai
kebenaran. Problematik mengenai kebenaran merupakan masalah yang mengacu pada
tumbuh dan berkembangnya dalam filsafat ilmu.
Dalam kamus umum Bahasa Indonesia (oleh Purwadarminta),
ditemukan arti kebenaran, yaitu:
a
Keadaan yang benar (cocok dengan hal atau keadaan
sesungguhnya);
b
Sesuatu yang benar (sungguh-sungguh ada, betul demikian
halnya);
c
kejujuran, ketulusan hati;
d
Selalu izin, perkenanan;
e
Jalan kebetulan
2.3
Jenis-jenis Kebenaran
Manusia selalu
mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami arti kebenaran, sifat
asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu. Sebaliknya, jika
pengetahuan dan pemahaman tentang kebenaran, tanpa melaksankan konflik
kebenaran, manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik spilogis. Karena
di dalam kehidupan manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi oleh kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya dan
manusia juga tidak akan bosan untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang selalu
ditunjukkan oleh kebenaran tersebut. Dalam usaha mencari kebenaran, dapat
dilakukan dengan beberapa pendekatan dan terdapat beberapa jenis – jenis
kebenaran yaitu:
a
Kebenaran
epistomologikal
adalah kebenaran dalam
hubungannya dengan pengetahuan manusia. Maksudnya yakni kebenaran tersebut
berasal dari kemampuan manusia dalam mempelajari alam lewat panca indra dan
pikirannya. Dalam menemukan kebenaran tersebut, mereka menggabungkan segala
kejadian yang ditemuinya bersifat
rasional maupun secara empiris. Ada empat teori yang menjelaskan tentang
kebenaran epistemologi yaitu yang pertama adalah teori korespondensi, yang
menyatakan bahwa kebenaran adalah kemanunggalan antara subyek (esensi yang
diberikan) dengan obyek (esensi yang melekat pada obyeknya). Kedua adalah teori
koherensi yang menyatakan bahwa kebenaran ditegakkan atas hubungan antara
putusan yang baru dengan putusan-putusan sebelumnya yang telah diketahui dan
diakui kebenarannya terlebih dahulu. Disebut koheren jika memenuhi empat syarat
penegrtian yang bersifat psikologis, logis, kepastian dan keyakinan tidak dapat
dikoreksi dan kepastian yang dignakan dalam pembicaraan umum. Teori kebenaran
yang ketiga adalah pragmatisme kebenaran yang menyatakan bahwa benar tidaknya
sesuatu ucapan, dalil semata-mata bergantung pada azas manfaat (bersifat
fungsional bagi manusia) dan teori terakhir adalah agama sebagai teori
kebenaran. Dalam teori ini sesuatu dinyatakan benar apabila sesuai dengan
ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak Contohnya adalah seseorang melihat ikan yang
sedang berenang, secara rasional ikan tersebut hidup sehingga ia perlu
melakukan aktivitas berenang untuk mendapatkan makanan.
b
Kebenaran ontologikal
adalah kebenaran sebagai sifat
dasar yang melekat kepada segala sesuatu yang ada maupun diadakan. Maksudnya
adalah kebenaran ontologis berkaitan dengan sifat dasar atau kodrat dari objek.
Misalnya kita mengatakan bahwa batu adalah benda padat yang keras. Ini
merupakan sebuah kebenaran yang ontologis, sebab pada hakikatnya batu merupakan
benda padat yang keras. Manusia yang benar adalah manusia yang mengerti dan
sesuai dengan kodrat dasar kemanusiaanya. Kebenaran ontologis dapat dibedakan
menjadi : kebenaran ontologis essensialis ( menyangkut sifat dasar atau kodrat
sesuatu), naturalis ( menyangkut kodrat yang diciptakan Tuhan), artifisial (
menyangkut kodrat yang diciptakan manusia ).
c
Kebenaran semantikal
adalah kebenaran yang terdapat
serta melekat di dalam tutur kata dan bahasa. Kebenaran ini berkaitan dengan
pemakaian bahasa. Ini bergantung pada kebebasan manusia sebagai mahluk yang
bebas melakukan sesuatu. Bahasa merupakan ungkapan dari kebenaran.
2.4
Sifat-sifat Kebenaran
Karena kebenaran
tidak dapat begitu saja terlepas dari kualitas, sifat, hubungan, dan nilai itu
sendiri, maka setiap subjek yang memiliki pengetahuan akan memiliki persepsi
dan pengertian yang amat berbeda satu dengan yang lainnya, dan disitu terlihat
sifat-sifat dari kebenaran. Sifat kebenaran dapat dibedakan menjadi tiga hal,
yaitu:
1
Kebenaran berkaitan dengan kualitas pengetahuan,
Kebenaran
berkaitan dengan kualitas pengetahuan, dimana setiap pengetahuan yang dimiliki
ditilik dari jenis pengetahuan yang dibangun. Pengetahuan itu berupa:
a
Pengetahuan biasa atau disebut ordinary knowledge atau
common sense knowledge. Pengetahuan seperti ini memiliki inti kebenaran yang
sifatnya subjektif, artinya amat terikat pada subjek yang mengenal.
b
Pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah menetapkan
objek yang khas atau spesifik dengan menerapkan metodologi yang telah
mendapatkan kesepakatan para ahli sejenis. Kebenaran dalam pengetahuan ilmiah
selalu mengalami pembaharuan sesuai dengan hasil penelitian yang penemuan
mutakhir.
c
Pengetahuan filsafat, yaitu jenis pengetahuan yang
pendekatannya melalui metodologi pemikiran filsafat, bersifat mendasar dan
menyeluruh dengan model pemikiran analitis, kritis, dan spekulatif. Sifat
kebenaran yang terkandung adalah absolute-intersubjektif.
d
Kebenaran pengetahuan yang terkandung dalam pengetahuan
agama. Pengetahuan agama bersifat dogmatis yang selalu dihampiri oleh keyakinan
yang telah tertentu sehingga pernyataan dalam kitab suci agama memiliki nilai
kebenaran sesuai dengan keyakinan yang digunakan untuk memahaminya.
2
Kebenaran dikaitkan dengan sifat atau karakteristik dari
bagaimana cara atau dengan alat apakah seseorang membangun
pengetahuannya.
Implikasi dari penggunaan alat untuk memperoleh pengetahuan
akanmengakibatkan karakteristik kebenaran yang dikandung oleh pengetahuan akan
memiliki cara tertentu untuk membuktikannya. Jadi jika membangun pengetahuan
melalui indera maka pembuktiannya harus melalui indera pula.
3
Kebenaran dikaitkan atas ketergantungan terjadinya
pengetahuan.
Membangun pengetahuan tergantung dari hubungan antara subjek
dan objek, mana yang dominan. Jika subjek yang berperan, maka jenis pengetahuan
ini mengandung nilai kebenaran yang bersifat subjektif. Sebaliknya, jika objek
yang berperan, maka jenis pengetahuannya mengandung nilai kebenaran yang
sifatnya objektif.
Kebenaran
dapat digunakan sebagai suatu kata benda yang konkret
maupun abstrak. Adapun kebenaran dapat berkaitan dengan:
1
Kualitas pengetahuan
Artinya bahwa setiap pengetahuan dimiliki seseorang yang
mengetahui suatu obyek ditinjau dari pengetahuan yang dibangun. Pengetahuan
tersebut berupa :
a
Pengetahuan biasa yang sifatnya subyektif
b
Pengetahuan ilmiah yang bersifat instrument
c
Pengetahuan filasafati yang sifatnya instrumen-intersubyektif
d
Pengetahuan agama yang bersifat instrument
2
Karakteristik cara membangun pengetahuan:
a
Penginderaan
b
Akal instrumen/ ratio/ intuisi
c
Keyakinan
3
Jenis pengetahuan menurut instrumen karakteristik:
a
Pengetahuan indrawi
b
Pengetahuan akal budi
c
Pengetahuan intuitif
d
Pengetahuan kepercayaan/ pengetahuan otoritatif
e
Pengetahuan lain-lain
4
Ketergantungan terjadinya pengetahuan, yang artinya
bagaimana hubungan subjek dan objek. Bila yang dominan subjek maka sifatnya
subjektif, sebaliknya bila yang dominan objek maka sifatnya objektif.
2.5
Teori-teori Kebenaran
Ilmu pengetahuan terkait erat dengan pencarian kebenaran,
yakni kebenaran ilmiah. Ada banyak yang termasuk pengetahuan manusia, namun
tidk semua hal itu langsung kita golongkan sebagai ilmu pengetahuan. Hanya
pengetahuan tertentu, yang diperoleh dari kegiatan ilmiah, dengan metode yang
sistematis, melalui penelitian, analisis dan pengujian data secara ilmiah, yang
dapat kita sebut sebagai ilmu pengetahuan. Dalam sejarah filsafat, terdapat beberapa
teori tentang kebenaran, yakni:
a
Teori Koresondensi / Teori
Persesuaian (The Correspondence theory of truth)
Teori ini sampai tingkat tertentu sudah dimunculkan
Aristoteles, mengatakan hal yang ada sebagai tidak ada, atau yang tidak ada
sebagai ada, adalah salah. Sebaliknya, mengatakan yang ada sebagai ada, atau
yang tidak ada sebagai tidak ada, adalah benar. Dengan ini Aristoteles sudah
meletakkan dasar bagi teori kebenaran sebagai persesuaian bahwa kebenaran
adalah persesuaian antara apa yang dikatakan dengan kenyataan. Jadi suatau
pernyataan dianggap benar jika apa yang dinyatakan memiliki keterkaitan (correspondence)
dengan kenyataan yang diungkapkan dalam pernyataan itu. Menurut teori ini,
kebenaran adalah soal kesesuaian antara apa yang diklaim sebagai diketahui
dengan kenyataan yang sebenarnya. Benar dan salah adalah soal sesuai tidaknya
apa yang dikatakan dengan kenyataan sebagaimana adanya. Atau dapat pula
dikatakan bahwa kebenaran terletak pada kesesuaian antara subjek dan objek,
yaitu apa yang diketahui subjek dan realitas sebagaimana adanya. Kebenaran
sebagai persesuaian juga disebut sebagai kebenaran empiris, karena kebenaran
suatu pernyataan proposisi, atau teori, ditentukan oleh apakah pernyataan,
proposisi atau teori didukung fakta atau tidak. Suatu ide, konsep, atau teori
yang benar, harus mengungkapkan relaitas yang sebenarnya. Kebenaran terjadi pada
pengetahuan. Pengetahuan terbukti benar dan menjadi benar oleh kenyataan yang
sesuai dengan apa yang diungkapkan pengetahuan itu. Oleh karena itu, bagi teori
ini, mengungkapkan realitas adalah hal yang pokok bagi kegiatan ilmiah. Dalam
mengungkapkan realitas itu, kebenaran akan muncul dengan sendirinya ketika apa
yang dinyatakan sebagai benar memang sesuai dengan kenyataan. . Kebenaran
adalah kesesuaian pernyataan dengan fakta, yang berselaran dengan realitas yang
serasi dengan sitasi instrumen.
Dengan demikian ada lima instrumen yang perlu yaitu :
·
Statemaent (pernyataan)
·
Persesuaian (instrumen)
·
Situasi (situation)
·
Kenyataan (realitas)
·
Putusan (judgements)
b
Teori Konsistensi atau Teori
Koherensi (The Coherence Theory of Truth)
Jika teori kebenaran sebagai persesuaian dianut oleh kaum
empiris, maka teori yang kedua ini, yaitu teori kebenaran sebagai keteguhan,
dianut oleh kaum rasionalis seperti Leibniz, Benedictus Spinoza, Descartes,
George Hegel, dlsb.
Menurut teori ini, kebenaran tidak ditemukan dalam kesesuaian
antara proposisin dengan kenyataanmelainkan dalam relasi antara proposisi baru
dengan proposisi yang sudah ada. Maka suatu pengetahuan, teori, pernyataan,
proposisi, atau hipotesis dianggap benar jika proposisi itu meneguhkan dan
konsisten dengan proposisi sebelumnya yang dianggap benar. Bagi kaum
rasionalis, pengetahuan tidak mungkin instrumen keluar dari pikiran atau akal
budi manusia untuk berhadapan langsung dengan realitas, dan dari situ instrumen
diketahui apakah pengetahuan itu benar atau tidak.Matematika dan ilmu-ilmu
pasti lainnya sangat menekankan teori ini.
Menurut para penganut teori ini, mengatakan bahwa suatu
pernyataan atau proposisi benar atau salah, adalah mengatakan bahwa proposisi
itu berkaitan dan meneguhkan proposisi atau pernyataan yang lain atau tidak.
Dengan kata lain, pernyataan itu benar jika pernyataan itu cocok dengan
instrumen pemikiran yang ada. Maka kebenaran sesunguhnya hanya berkaitan dengan
implikasi logis dari instrumen pemikiran yang ada. Misalnya: (1) Semua manusia
pasti mati; (2) Sokrates adalah manusia; (3) Sokrates pasti mati.
c
Teori Pragmatisme (The Pragmatic
Theory of Truth)
Teori pragmatis tentang kebenaran ini dikembangkan dan
dianut oleh para pilosof pragmatis dari Amerika seperti Charles Sanders Pierce
dan William James. Bagikaum pragmatis, kebenaran sama artinya dengan kegunaan.
Jadi, ide, konsep, pernyataan, atau hipotesis yang benar adalah ide yang
berguna. Ide yang benar adalah ide yang paling mampu memungkinkan
seseorang—berdasarkan ide itu—melakukan sesuatu secara paling berhasil dan
tepat guna. Dengan kata lain, berhasil dan berguna adalah instrumen utama untuk
menentukan apakah suatu ide benar atau tidak. Contohnya, ide bahwa kemacetan di
jalan-jalan besar di Jakarta disebabkan terlalu banyak kendaraan pribadi yang
ditumpangi satu orang. Maka, konsep solusinya, “wajibkan kendaraan pribadi
ditumpangi minimal oleh tiga penumpang”. Ide tersebut benar jika ide itu
berguna atau berhasil memecahkan persoalan kemacetan.
Piecre mengatakan bahwa ide yang jelas dan benar mau tidak
mau mempunyai konsekuensi praktis pada tindakan tertentu. Artinya, jika ide itu
benar, maka ketika diterapkan akan berguna dan berhasil untuk memecahkan suatu
persoalan dan menentukan perilaku manusia. William James mengembangkan teori
pragmatisnya dengan berangkat dari pemikirannya tentang “berpikir”. Menurutnya,
fungsi dari berpikir bukan untuk menangkap kenyataan tertentu, melainkan untuk
membentuk ide tertentu demi memuaskan kebutuhan atau kepentingan manusia. Oleh
karena itu, pernyataan penting bagi James adalah jika suatu ide diangap benar,
apa perbedaan praktis yang akan timbul dari ide ini dibandingkan dengan ide
yang tidak benar. Apa konsekuensi praktis yang berbeda dari ide yang benar
dibandingkan dengan ide yang keliru. Menurut William James, instrumen teori
yang benar adalah instrumen teori yang berguna dan berfungsi memenuhi tuntutan
dan kebutuhan kita. Sebaliknya, ide yang salah, adalah ide yang tidak berguna
atau tidak berfungsi membanu kita memenuhi kebutuhan kita.
Dengan demikian bagi William James, ide yang benar adalah
ide yang dalam penerapannya paling berguna dan paling behasil memungkinkan
manusia bertindak atau melakukan sesuatu. Artinya, jika ide tertentu itu benar,
maka ide itu akan berguna dan berhasil membantu manusia untuk bertindak secara
tertentu. Maka kebenaran, sama dengan berguna atau kebergunaan. Ide yang
berguna lalu berarti ide yang benar dan sebaliknya. Ini berarti pula, suatu ide
yang benar akan memungkinkan kita dan menuntun kita untuk sampai pada kbenaran,
atau memungkinkan kita untuk sampai pada apa yang diklaim dalam instrumen
pernyataan tersebut. Contohnya, ide tentang kinerja sebagai berbanding lurus
dengan reward atau appraisal. Ide ini benar jika naiknya jaminan bagi pekerja
ternyata meningkatkan kinerja atau produktifitas pekerja. Benar, dengan
demikian, sama artinya dengan berfungsi, berlaku.
Ide yang benar adalah ide yang berfungsi dan berlaku
membantu manusia bertindak secara tertentu secara berhasil. Maka menurut Jhon
Dewey dan William James, ide yang benar sesungguhnya adalah instrumen untuk
bertindak secara berhasil. Kebenaran yang terutama ditekankan oleh kaum
pragmatis ini adalah kebenaran yang menyangkut “pengetahuan bagaimana”
(know-how). Suatu ide yang benar adalah ide yang memungkinkan saya berhasil
memperbaiki atau menciptakan sesuatu. Dalam hal ini, kaum pragmatis
sesungguhnya tidak menolak teori kebenaran dari kaum rasionalis maupun teori
kebenaran kaum empiris. Hanya saja, bagi mereka suatu kebenaran apriori hanya
benar bila kalau kebenaran itu berguna dalam penerapannya yang memunginkan
manusia bertindak secara efektif. Demikian pula, tolok ukur kebenaran suatu ide
bukanlah realitas statis, melainkan realitas tindakan. Jadi, keseluruhan
kenyataan yang memperlihatkan kebergunaan ide tersebut.
d
Kebenaran Religius atau teori
kebenaran performatif (The Performative Theory of Thruth)
Teori ini terutama dianut oleh filsuf seperti Frank Ramsey,
Jhon Austin, dan Peter Strawson. Filsuf-filsuf ini mau menentang teori klasik
bahwa “benar” dan “salah” adalah ungkapan yang hanya menyatakan sesuatu
(deskriptif). Proposisi yang benar berarti proposisi itu menyatakan sesuatu
yang memang dianggap benar. Demikian sebaliknya. Namun justeru inilah yang
ingin ditolak oleh para filsuf ini.
Menurut teori ini, suatu pernyataan dianggap benar jika ia
menciptakan realitas. Jadi pernyataan yang benar bukanlah pernyataan yang
mengungkapkan realitas, tetapijusteru dengan pernyataan itu tercipta realitas
sebagaimana yang diungkapkan dalam pernyataan itu. Misalnya, “Dengan ini saya
mengangkat anda sebagai manager perusahaan TX”. Dengan pernyataan itu tercipta
sebuah realitas baru yaitu anda sebagai manager perusahaan TX.
Kebenaran adalah kesan subjek tentang suatu realita, dan
perbandingan antara kesan dengan realita objek. Jika keduanya ada persesuaian,
persamaan maka itu benar. Kebenaran tak cukup hanya diukur dengan rasion dan
kemauan individu. Kebenaran bersifat objective, universal,berlaku bagi seluruh
umat manusia, karena kebenaran ini secara antalogis dan oxiologis bersumber
dari Tuhan yang disampaikan melalui wahyu.
Nilai kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan itu adalah objektif
namun bersifat superrasional dan superindividual. Bahkan bagi kaum instrumen
kebenarn aillahi ini adalah kebenaran tertinggi.
e
Teori Kebenaran Konsensus
Suatu teori dinyatakan benar jika teori itu berdasarkan pada
instrumen atau perspektif tertentu dan ada komunitas ilmuwan yang mengakui atau
mendukung instrumen tersebut. Banyak sejarawan dan filosof sains masa kini
menekankan bahwa serangkaian fenomena atau realitas yang dipilih untuk
dipelajari oleh kelompok ilmiah tertentu ditentukan oleh pandangan tertentu
tentang realitas yang telah diterima secara apriori oleh kelompok tersebut.
Pandangan apriori ini disebut instrumen oleh Kuhn dan world view oleh Sardar.
Paradigma ialah apa yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota suatu masyarakat
sains atau dengan kata lain masyarakat sains adalah orang-orang yang memiliki
suatu instrumen bersama.
Masyarakat sains mencapai instrumen yang kokoh karena adanya
instrumen. Pengujian suatu instrumen
terjadi setelah adanya kegagalan berlarut-larut dalam memecahkan masalah yang
menimbulkan krisis. Falsifikasi terhadap sesuatu akan menyebabkan suatu teori
yang telah mapan ditolak karena hasilnya instrume. Teori baru yang memenangkan
kompetisi akan mengalami verifikasi . Proses verifikasi-falsifikasi memiliki
kebaikan yang sangat mirip dengan kebenaran dan memungkinkan adanya penjelasan
tentang kesesuaian atau ketidaksesuaian antara fakta dan teori.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bahwa kebenaran itu sangat ditentukan oleh potensi subyek
kemudian pula tingkatan validitas. Kebenaran ditentukan oleh potensi subyek
yang berperanan di dalam penghayatan atas sesuatu itu. Bahwa kebenaran itu
adalah perwujudan dari pemahaman (comprehension) subjek tentang sesuatu
terutama yang bersumber dari sesuatu yang diluar subyek itu realita, perisitwa,
nilai-nilai (norma dan hukum) yang bersifat umum. Bahwa kebenaran itu ada yang
relatif terbatas, ada pula yang umum. Bahkan ada pula yang mutlak, abadi dan
universal. Wujud kebenaran itu ada yang berupa penghayatan lahiriah, jasmaniah,
indera, ada yang berupa ide-ide yang merupkan pemahaman potensi subjek
(mental,r asio, intelektual). Bahwa substansi kebenaran adalah di dalam
antaraksi kepribadian manusia dengan alam semesta. Tingkat wujud kebenaran
ditentukan oleh potensi subjek yang menjangkaunya. Semua teori kebenaran itu
ada dan dipraktekkan manusia di dalam kehidupan nyata. Yang mana masing-masing
mempunyai nilai di dalam kehidupan manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar