Dalam kehidupan ini ada hal yang dapat
disatukan dan ada hal yang tidak dapat disatukan. Kita pernah berpikir bahwa
kita dapat menyatukan dua hal yang tidak dapat disatukan untuk menjadi sebuah
kesatuan yang menyatu. Kemudian ada juga yang berpikir bahwa mereka dapat
menyatukan dua hal yang tidak dapat disatukan. Namun bukan berarti kita dan
mereka tidak dapat menyatukan dua hal yang
tidak dapat disatukan. Satu pertanyaannya adalah bagaimana kita dapat
menyatukannya?
Dalam
kehidupan sehari-hari pernahkah kita mencoba menyatukan miyak dan air? Minyak akan
selalu berada di atas dan air selalu berada di bawah. Bagaimanapun kita
berusaha untuk menyatukan dua elemen yang berbeda ini dengan cara mencampur,
mengaduk dan mengocoknya dalam satu wadah, tetapi dalam kenyataannya bahwa
minyak dan air tidak akan pernah bersatu. Kemustahilan untuk menyatukan dua
elemen ini akan terjadi, karena keduanya adalah elemen yang berbeda.
Dengan
kenyataan di atas kita dapat menjadikan minyak dan air sebagai analogi hubungan
perbedaan status antar mahasiswa. Analogi itu sangat nampak dalam hubungan antar
mahasiswa, hal ini dikarenakan dalam kehidupan dunia kampus kebanyakan mahasiswa
mengedepankan ego status dan
persaingan prestise ketimbang persamaan. Dapat kita saksikan sendiri
dimana mahasiwa lebih merasa sangat nyaman ketika berinteraksi dengan sesama
golongan yang mereka anggap sederajat.
Sebagai
agent of change tidak
sepantasnya mahasiwa mengedepankan rasa ego status dan persaingan
prestise dalam dunia kampus, yang harus diperhatikan disini adalah
mahasiswa harus dapat membuat perubahan dengan mengedepankan kesamaan antar
mahasiswa. Karena ketika seseorang menjadi mahasiswa, dia harus dapat berpikir
bahwa “Aku ada karena aku-aku yang lain dan aku
ada karena pengakuan dari aku-aku yang lain yang mengakui tentang adanya aku” . Jika
melihat kenyataan saat ini, mahasiswa belum menyadari bahwa dia adalah makluk
sosial.
Salah
satu contoh permasalahan konkrit yang dihadapi oleh mahasiswa saat ini yaitu Pembagian Pergaulan di dalam dunia kampus yang
akhirnya menimbulkan ketersendatan dalam berkomunikasi antar mahasiswa. Secara tidak sadar analogi minyak
dan air menjelma dalam pergaulan, seakan-akan yang lain menjadi minyak dan yang
menjadi air. Padahal mahasiswa adalah satu kesatuan civitas academica
yang dirangkul dalam Jurusan, Fakultas dan Universitas dimana masing-masing
komponen penyatu mempunyai tujuan untuk menjalin persatuan antar mahasiswa.
Dengan
melihat permasalahan yang dihadapi mahasiswa saat ini, kita dituntut untuk
mulai melakukan perubahan dengan mengedepankan persatuan dan kesatuan di dalam dunia kampus. Banyak
hal yang dapat kita lakukan untuk menjalin persatuan dan kesatuan antar
mahasiswa dengan mengubah cara pandang dan bertindak dalam pergaulan antar
mahasiswa, seperti kita tidak boleh
membeda-bedakan status antara orang-orang kota dengan orang-orang desa, orang-orang
yang memiliki latar belakang mampu dengan yang kurang mampu. Ada juga solusi
lain yang dapat kita gunakan untuk menjalin persatuan dan kesatuan antar
mahasiswa tanpa melakukan diskriminasi seperti pada saat berdialog dengan
dialek daerah masing-masing.
Tak
dapat dipungkiri bahwa masalah
ini sudah menjadi budaya di dalam dunia kampus sehingga akan sangat
sulit untuk dihilangkan. Hal ini akan sangat berpengaruh bagi kita sebagai
mahasiswa dalam berinteraksi dengan sesama civitas academica, menghambat pola
pikir sebagai seorang mahasiswa dan secara tidak langsung menutup diri terhadap
orang lain. Maka dari itu, kita sebagai mahasiswa yang berintelek, berelegan
dan berintegritas kita diajak untuk membuka diri, merendahkan diri terhadap
sesama, berpikir bahwa kita semua satu. Ingat kita
bukanlah minyak dan air yang tidak pernah bersatu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar