PEMBANGUNAN APARATUR YG BERDAYA GUNA (EFISIENSI)
1. Pengertian kelembagaan
Menurut Ostrom, (1985-1986)
kelembagaan diidentikan dengan aturan dan rambu-rambu sebagai panduan yang
dipakai oleh para anggota suatu kelompok masyarakat untuk mengatur hubungan
yang saling mengikat atau saling tergantung satu sama lain. Penataan institusi
(institusional arragements dapat ditentukan oleh beberapa unsur-unsur aturan
operasional untuk mengatur pemanfaatan sumber daya, aturan kolektif untuk
menentukan menegakkan hukum atau aturan itu sendiri dan untuk merubah aturan
operasional serta mengatur hubungan kewenangan organisasi.
Dari definisi diatas dapat disiimpulkan
dan mendefinisikan kelembagaan sebagai suatu tatanan dan pola hubungan antara
anggota masyarakat atau organisasi yang saling mengikat yang dapat menentukan
bentuk hubungan antar manusia atau antar organisasi yang diwadahi dalam suatu
organisasi atau jaringan dan ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan
pengikat berupa norma, kode etik atauran formal maupun informal untuk
pengendalian perilaku sosial serta insentif untuk bekerjasama dan mencapai
tujuan bersama.
Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia (1997) kelembagaan didefinisikan sebagai suatu sistem badan sosial
atau organisasi yang melakukan suatu usaha untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi
pengertian dari kelembagaan adalah suatu sistem sosial yang melakukan usaha
untuk mencapai tujuan tertentu yang menfokuskan pada perilaku dengan nilai,
norma, dan aturan yang mengikutinya, serta memiliki bentuk dan area aktivitas
tempat berlangsungnya.
2.
Prosedural
Prespektif
Perbaikan Kinerja Untuk Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik
Aparatur negara merupakan salah satu
pilar dalam mewujudkan Kepemerintahan Yang Baik (Good Governance).
Kepemerintahan yang baik (good governance) bukan hanya konsep yang perlu
disosialisasikan, namun perlu diterapkan pada semua level pemerintah di manapun
berada. Penerapan konsep good governance untuk kasus pemerintah di
Indonesia diamanatkan dalam Ketetapan MPR RI No. IX/MPR/1998 tentang
Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Kemudian pemerintah Indonesia juga mengeluarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dri Kolusi, Korupsi, dan
Nepotisme. Beberapa poin penting yang terkait dengan implementasi
prinsip-prinsip Good Governance merupakan pegangan bagi birokrasi publik dalam
melakukan transformasi manajemen pemerintahan.
Menurut Tjokroamidjojo, tuntutan ke
arah Good Governance juga lahir akibat kualitas pelayanan publik yang rendah.
Untuk itu diharapkan adanya
penyelenggaraan kepemerintahan yang baik tingkat kompetensi aparatur seperti
misalnya dengan memiliki pegangan seperti antara lain:
Insentif
dan responsive terhadap peluang dan tantangan baru yang timbul.
Tidak
terpaku pada kegiatan-kegiatan rutin yang terkait dengan fungsi instrumen
birokrasi, akan tetapi harus mampu melakukan terobosan melalui pemikiran yang
kreatif dan inovatif
Mempunyai
wawasan yang luas dan jauh kedepan.
Memiliki
kemampuan untuk mengantisipasi, mempertimbangkan dan meminimalkan resiko
Tanggap
terhadap peluang dan potensi yang dapat dikembangkan.
Memiliki
kemampuan untuk menggali sumber-sumber potensial
Artinya disini diharapkan kepada
bagaimana sumberdaya aparatur yang dalam hal ini adalah pegawai negeri untuk
bagaimana memberikan pelayanan dan kinerja yang betanggung jawab agar bagaimana
dapat mencerminkan tata pemerintahan yang baik, dalam hal ini pegawai tidak
hanya menunggu apa kemudian langkah yang diambil oleh pemerintah untuk
memperbaiki kinerjanya tersebut namun bagaimana para pegawai tersebut nantinya
dapat mengambil peluang tersendiri untuk bagaimana memciptakan sebuah
terobosan-terobosan yang dapat memperbaiki kualitasnya atau kinerjanya dalam
mewujudkan tata pemerintahan yang baik.
3.
Implikasi dari perkembangan iptek yg cepat
Globalisasi dan revolusi teknologi
informasi-komunikasi menjadi tantangan tersendiri bagi birokrasi dalam upaya
menciptakan pemerintahan yang baik, pemerintahan yang bersih, dan berwibawa.
Pemanfaatan teknologi informasi dalam birokrasi secara tepat guna, dengan
didukung kualitas sumber daya manusia yang baik akan mampu meningkatkan
efisiensi dan efektivitas birokrasi untuk meningkatkan kinerjanya. Namun
demikian apabila ketersediaan sarana tersebut tidak dapat dimanfaatkan secara
tepat guna dan tidak didukung dengan sumber daya manusia yang berkualitas baik,
maka hal tersebut hanya akan menciptakan inefisiensi dan akan menghambat sistem
manajemen secara keseluruhan. Permasalahan klasik kepegawaian yang sering
timbul berkaitan dengan kurang berdayanya sistem informasi manajemen
kepegawaian adalah :
§ Kesalahan data PNS pada
surat keputusan mutasi kepegawaian yang ditetapkan oleh pejabat kepegawaian,
hal demikian terjadi (pada umumnya) dikarenakan dalam proses pembuatan
keputusan tersebut tidak didukung dengan data yang akurat dan mutakhir.
§ Belum berdayanya sistem
informasi kepegawaian untuk menghadirkan data dan informasi PNS secara cepat,
tepat dan akurat, setiap saat diperlukan dalam rangka pembuatan
keputusan-kebijakan kepegawaian nasional. Sedangkan pemeliharaan data PNS
secara manual kurang dapat mengimbangi percepatan perubahan dan perkembangan
lingkungan yang terjadi.
Artinya: Dalam hal ini agar kinerja
yang dihasilkan dapat bermanfaat atau dapat dicapai dengan cepat, tepat dan
bermanfaat bagi masyarakat untuk itu para pegawai harus didukung dengan
penerapan teknologi dalam hal ini misalnya pengunaan komputer/ laptop. Peran
teknologi ini sangat penting disamping untuk mengikuti perkembangan teknologi
juga untuk bagaimana memanfaatkan teknologi tersebut untuk kelancaran
kerja agar nantinya pekerjaan tersebut dapat terselesaikan dengan cepat dan
akurat.Tetapi yang lebih utama adalah bagaimana menerapkan teknologi tersebut
dengan benar atau sesuai prosedur agar tidak terjadi penyimpangan dan disalah
gunakan.
PEMBANGUNAN APARATUR YG BERHASILGUNA
(EFEKTIF)
1.
Konsep dan
ide baru datang dari org yg berpikir kreatif dan bertindak inovatif.
Birokrasi
setiap tahun anggaran dituntut untuk selalu membuat program pembangunan yang
baru dengan kreativitas dan inovasi para aparatur. Program yang diharapkan
adalah terciptanya program yang terwujud dalam kegiatan yang terpadu,
berkelanjutan, efektif, dan efisien. Hal tersebut diperlukan inovasi program
pembangunan secara lebih kreatif, dan menghindari kesan mengarang-arang program
kegiatan hanya untuk mendapatkan semaksimal mungkin anggaran. Bahkan banyak
terjadi kegiatan yang kurang perlu dilakukan seakan-akan dipaksakan untuk
dijalankan.
Pola
pikir kreatif dan inovatif yang visioner sesuai dengan visi dan misi yang telah
digariskan, perlu ditindaklanjuti dengan komitmen bersama dalam
melaksanakannya. Banyak permasalahan pembangunan yang berdampak negatif hasil
dari kebijakan-kebijakan yang kurang tepat, sehingga perlu peninjauan kembali
dengan analisis kebijakan publik yang tepat.
Program
pengembangan pelayanan publik perlu menjadi prioritas dengan pemikiran kreatif
dan inovatif dari para aparatur penyelenggara negara. Perbaikan kualitas
pelayanan akan membuat masyarakat merasa diperhatikan dengan seksama
kebutuhan-kebutuhan pokok atau primer maupun sekundernya. Hal ini memerlukan
kreativitas dan inovasi yang dapat dilakukan dengan berbagai cara untuk mengembangan
pelayanan publik yang berpihak kepada rakyat. Manajemen pelayanan dapat
dikembangkan dengan penyusunan standar pelayanan yang baku pada setiap lembaga
pemerintah, penyusunan standart operating Procedures (SOP), penyusunan standar
pelayanan minimal, pengukuran kinerja pelayanan, pengelolaan pengaduan,
pengukuran indeks kepuasan masyarakat, serta penerapan konsep manajemen
kualitas dengan menerapkan manajemen mutu terpadu (total quality management),
dan Sertifikasi International for Standarization Organization (ISO) .
2. Aparatur yg memanfaatkan semua
sumberdaya yg tersedia dengan hasil yang optimal.
Di
dalam suatu organisasi lembaga pemerintahan, kreativitas dan inovasi sangat
penting untuk ditumbuhkembangkan. Lembaga pemerintahan tanpa krativitas dan
inovasi akan berakibat organisasi yang kurang berkembang dan kinerjanya akan
selalu menjadi sorotan masyarakat, kritikan, dan apatis bagi aparaturnya
sendiri, dan dapat dikatakan selalu kalah dalam setiap persaingan bial
dibandingkan dengan lembaga lain. Oleh karena itu kreativitas dan inovasi pada
setiap lembaga pemerintah yang ingin maju dan berdaya saing global perlu
menghasilkan produk organisasi yang siap bersaing dalam menghadapi globalisasi
saat ini. Organisasi harus menanamkan budaya kerja yang mendukung terciptanya
kreativitas dan inovasi baru. Salah satu cara adalah dengan memberdayakan
sumberdaya manusia aparaturnya agar selalu bersikap kritis dan menindaklanjuti
sifat kritisnya dengan tindakan yang nyata untuk secepatnya menyelesaikan permasalah
yang dihadapi. Kemudian aparatur tersebut diberikan kesempatan untuk melakukan
proses aktualisasi diri. Hal-hal tersebut akan terlaksana dengan baik apabila
didukung rasa saling percaya diantara elemen organisasi, sehingga aparatur yang
ada di dalam organisasi atau lembaga pemerintahan tersebut berani mengemukakan
ide-ide yang kreatif dan inovatif baru tanpa ada rasa takut, ragu-ragu, dan
kurang percaya diri.
Aparatur
yang terbelenggu dalam sistem kepemerintahan yang kaku, akan kesulitan
mengemukan ide-ide kreatif dan inovatifnya, seperti yang dikemukakan Sekretaris
Daerah Provinsi Sumatera Barat Drs H Rusdi Lubis, Selasa (29/7/2003) di Padang
mengatakan "Kita tidak kekurangan sumber daya manusia yang berkualitas.
Kita tidak kekurangan orang yang berilmu pengetahuan dan memiliki berbagai
keterampilan. Namun, ketika mereka berada dalam kesatuan sistem dan menjadi
bagian dari sistem birokrasi pemerintahan, maka mereka pun terjebak dalam
kemacetan kreativitas. Rusdi Lubis menjelaskan, dari pengamatan selama ini di
Sumbar, sebagian besar aparat membiarkan dirinya menjadi mesin pelayan
birokrasi, seperti ada sebuah keran pemikiran yang kaku, mengesankan
seolah-olah kreativitas dan inovasi tidak memperoleh ruang yang cukup.
Kenyataan ini makin diperkuat oleh kurangnya penghargaan terhadap prestasi dan
hasil kerja. Bahkan, personel yang semula bersemangat, justru menjadi frustrasi
dan ikut larut dalam kerja sistem yang tidak kondusif (www.kompas.com,
23-7-2003)".
Contoh
Kasus
mobil Esemka merupakan salah satu contoh menarik hasil dari kreativitas dan
inovasi produk yang perlu segera direspon oleh para pejabat publik. Paling
tidak apresiasi yang mengarahkan untuk berkembangnya inovasi menjadi lebih
sempurna. Dihindari pernyataan-pernyataan yang kurang membangkitkan suasana
atau melemahkan semangat penciptaan produksi mobil nasional. Birokrasi yang
responsivitasnya tinggi seperti yang ditunjukkan oleh Walikota Solo, Joko
Widodo dan Wakil Walikota, FX Hadi Rudyatmo, untuk menggunakan mobil buatan
siswa SMKN 1 Trucuk, Klaten bekerja sama dengan Kiat Motor, Klaten, Jawa Tengah
itu sebagai kendaraan dinas perlu mendapatkan dua acungan jempol. Dari
merekalah kemudian diketahui perkembangan mobil-mobil buatan anak bangsa
dimana-mana, dan ide tersebut memberikan semangat dan gairah baru untuk segera
mewujudkan mobil nasional yang tentu pangsa pasarnya adalah masyarakat
Indonesia yang luar biasa jumlahnya. Atau paling tidak sudah mulai menanamkan
kebanggaan sebagai bangsa yang bisa berdikari atau “berdiri di atas kakinya sendiri”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar