MAKALAH
MASALAH HUMAN
TRAFFICKING DI INDONESIA
NAMA : PAULINUS BENDU
NIM : 1303012086
P.A : ALFRED OMRI ENA MAU,S.Sos,M.Si
JURUSAN ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOCIAL DAN ILMU
POLITIK
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan tugas mata kuliah Administrasi dan Organisasi Internasional
sesuai dengan waktu yang diharapkan.
Tugas ini di susun untuk melengkapi
penilaian dosen, dengan harapan tugas ini dapat membuat mahasiswa mengerti dan
memahami mengenai mata kuliah Administrasi dan Organisasi Internasional.
Terima kasih yang sebesar-sebesarnya
kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini, khususnya
kepada dosen mata kuliah Administrasi dan Organisasi Internasional yang telah
membimbing saya dalam menyelesaikan makalah ini.
Akhir kata, semoga tugas ini dapat
bermanfaat bagi pembaca. Tulisan ini tentunya masih memiliki banyak kekurangan,
untuk itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis
harapkan.
Kupang,
20 Maret 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................................ i
Daftar isi..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
1.1 LatarBelakang................................................................................................. 1
1.2 RumusanMasalah............................................................................................
3
1.3 Tujuan.............................................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................... 4
2.1 Pengertian Human Trafficking........................................................................ 4
2.2 Factor penyebab Human
Trafficking di Indonesia.......................................... 5
2.3 Contoh
kasus Human Trafficking di Indonesia.............................................. 8
2.4 Bentuk-bentuk Human Trafficking di Indonesia.......................................... 10
2.5 Undang-undang yang mengatur tentang Human Trafficking di Indonesia. 10
2.6 Pencegahan
dan Penanggulangan Human Trafficking di Indonesia............ 11
BAB III PENUTUP.............................................................................................. 13
3.1 Kesimpulan.................................................................................................... 13
3.2 Saran.............................................................................................................. 14
Daftar Pustaka.......................................................................................................... 15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia masalah perdagangan orang masih
menjadi sala satu ancaman besar dimana setiap tahun hampir ribuan perempuan dan
anak di Indonesia yang harus menjadi korban trafficking yang terkadang tidak
pernah merasa bahwa dirinya adalah korban, pemasalahan ini bukanlah masalah
baru dan tidak hanya terjadi di Indonesia saja melainkan di Negara-negara lain
juga terjadi. Bahkan masalah perdagangan orang sebenarnya telah terjadi sejak
abad ke empat dimana pada masa itu perdagangan orang masih merupaan hal biasa
terjadi dan bukanlah merupakan bentuk suatu kejahatan dimana saat itu masih
marak-maraknya perbudakan manusia dimanaseorang manusia dapat diperjual belikan
dan dijadikan sebagai objek keadaan seperti itu terjadi dan marak karena masih
kurangnya pemahaman bahwa setiap manusia memiliki harkat dan derajat yang sama
tanpa adanya perbedaan satu sama lain. dan hal itu terus mengalami perkembangan
sampai dengan sekarang tanpa dapat dicegah.
Merupakan suatu permasalahan lama
yang kurang mendapatkan perhatian sehingga keberadaannya tidak begitu nampak di
permukaan padahal dalam prakteknya sudah merupakan permasalahan sosial
yang berangsur angsur menjadi suatu kejahatan masyarakat dimana kedudukan
manusia sebagai obyek sekaligus sebagai subyek dari trafficking. Selain
masalah utama Kurangnya upaya hokum pencegahan yang kuat bagi para pelaku,
masalah ini juga didasari oleh lemahnya tingkat kesadaran masyarakat untuk
mengerti dan paham akan adanya bahaya yang ditimbulkan dari praktek trafficking.
Lemahnya tingkat kesadaran masyarakat ini
tentunya akan semakin memicu praktik trafficking untuk terus berkembang.
Dalam hal ini maka selain mendesak pemerintah untuk teru mengupayakan adanya
bentuk formal upaya perlindungan hukum bagi korban trafficking dan
tindakan tegas bagi pelaku maka diperlukan juga kesadaran masyarakat agar
masyarakat juga berperan aktif dalam memberantas praktek trafficking sehingga
tujuan pemberantasan trafficking dapat tercapai dengan maksimal dengan
adanya kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat Dalam sejarah
perkembangan kejahatan, perdagangan perempuan dan anak-anak termasuk didalam
kejahatan yang terorganisir (organized crime) yang artinya suatu
kejahatan yang dilakukan dalam suatu jaringan yang terorganisir tapi dalam
suatu organisasi bawah tanah dan dilakukan dengan cara canggih karena pengaruh
kemajuan tekhnologi informasi dan transformasi sehingga batas Negara hampir
tidak dikenal apalagi dengan pengawasan yang tidak ketat di daerah perbatasan
atau tempat pemeriksaan imigrasi juga mempermudah terjadinya tindak pidana
perdagangan orang dan sifatnya lintas Negara. Perdagangan orang merupakan salah
satu bentuk perlakuan terburuk dari tindak kekerasan yang dialami orang terutama
perempuan dan anak termasuk kejahatan dan pelanggaran hak asasi manusia. dan Isu
perdagangan manusia atau trafficking khususnya perempuan dan anak
beberapa bulan terakhir cukup mendapat soroton di berbagai media massa. Media
massa tidak hanya sekedar menyoroti kasus-kasus tersebut saja, akan tetapi juga
lika- liku tindakan penyelamatan yang dilakukan aparat penegak hukum terhadap
korban serta bagaimana upaya pemerintah dalam mengatasi permasalahan tersebut.
Kasus-
kasus perdagangan manusia yang cukup mendapat sorotan media beberapa waktu yang
lalu misalnya kasus penjualan tujuh orang perempuan Cianjur yang diperdagangkan
sebagai pekerja seks komersial (PSK) ke Pekanbaru, Riau yang berhasil
diselamatkan oleh Polres Cianjur beberapa waktu yang lalu. Upaya lainnya
adalah upaya penyelamatan terhadap dua orang perempuan korban perdagangan
perempuan yang dibebaskan oleh reporter SCTV
dari Tekongnya di Malaysia. Dari kasus-kasus tersebut telah menguatkan
bahwa trafficking merupakan
pelanggaran hak asasi manusia dan salah satu masalah yang perlu penanganan
mendesak bagi seluruh komponen bangsa Indonesia. Karena hal ini mempengaruhi
citra bangsa Indonesia itu sendiri dimata dunia internasional. Apalagi, data
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat telah menunjukkan bahwa Indonesia berada
pada urutan ketiga sebagai pemasok perdagangan perempuan dan anak.
Dari uraian
tersebut di atas, tulisan ini akan mengulas secara singkat mengenai apa itu
perdagangan manusia khususnya
perempuan dan anak, bagaimana bentuk, tujuan dan pola perdagangan serta upaya
penanggulangannya.
1.2 Rumusan
Masalah
a) Apa Pengertian Human Trafficking?
b) Apa saja Factor penyebab Human Trafficking di Indonesia?
c) Apa saja Bentuk-bentuk Human Trafficking di Indonesia?
d) Contoh kasus Human Trafficking di Indonesia?
e) Apa saja Undang-undang yang mengatur tentang Human Trafficking di Indonesia?
f) Bagaimana Pencegahan dan Penanggulangan Human Trafficking di
Indonesia?
1.3 Tujuan
Tujuan dari
isi makalah ini adalah :
a) Mengetahui
dan memahami lebih jauh dari Human Trafficking di Indonesia
b) Mengerti
cara mencegah dan menanggulangi Human Trafficking di Indonesia
c) Dapat
memberikan tindakan nyata sebagai bentuk rasa simpati terhadap korban Human
Trafficking di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Human Trafficking
Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB)
mendefinisikan trafficking sebagai :
Perekrutan,
pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang, dengan ancaman,
atau penggunaan kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lain, penculikan,
penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau memberi
atau menerima bayaran atau manfaat untuk memperoleh ijin dari orang yang
mempunyai wewenang atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. (Protokol PBB
tahun 2000 untuk Mencegah, Menanggulangi dan Menghukum Trafficking terhadap
Manusia, khususnya perempuan dan anak-anak; Suplemen Konvensi PBB mengenai
Kejahatan Lintas Batas Negara).
Dari definisi tersebut, dapat
disimpulkan bahwa istilah trafficking merupakan:
a) Pengertian
trafficking dapat mencakup kegiatan pengiriman tenaga kerja, yaitu kegiatan
memindahkan atau mengeluarkan seseorang dari lingkungan tempat
tinggalnya/keluarganya. Tetapi pengiriman tenaga kerja yang dimaksud tidak
harus atau tidak selalu berarti pengiriman ke luar negeri.
b) Meskipun
trafficking dilakukan atas izin tenaga kerja yang bersangkutan, izin tersebut
sama sekali tidak menjadi relevan (tidak dapat digunakan sebagai alasan untuk
membenarkan trafficking tersebut) apabila terjadi penyalahgunaan atau korban
berada dalam posisi tidak berdaya. Misalnya karena terjerat hutang, terdesak
oleh kebutuhan ekonomi, dibuat percaya bahwa dirinya tidak mempunyai pilihan
pekerjaan lain, ditipu, atau diperdaya.
c) Tujuan
trafficking adalah eksploitasi, terutama tenaga kerja (dengan menguras habis
tenaga yang dipekerjakan) dan eksploitasi seksual (dengan memanfaatkan
kemudaan, kemolekan tubuh, serta daya tarik seks yang dimiliki tenaga kerja
yang yang bersangkutan dalam transaksi seks).
Sedangkan Global
Alliance Against Traffic in Woman (GAATW) mendefinisikan perdagangan (trafficking): Semua usaha atau tindakan
yang berkaitan dengan perekrutan, pembelian, penjualan, transfer, pengiriman,
atau penerimaan seseorang dengan menggunakan penipuan atau tekanan, termasuk
pengunaan ancaman kekerasan atau penyalahgunaan kekuasaan atau lilitan hutang
dengan tujuan untuk menempatkan atau menahan orang tersebut, baik dibayar atau
tidak, untuk kerja yang tidak diinginkan (domestik seksual atau reproduktif)
dalam kerja paksa atau dalam kondisi perbudakan, dalam suatu lingkungan lain
dari tempat dimana orang itu tinggal pada waktu penipuan, tekanan atau lilitan
hutang pertama kali.
Dari definisi ini, dapat disimpulkan bahwa istilah
perdagangan (trafficking) mengandung
unsur-unsur sebagai berikut:
a)
Rekrutmen dan transportasi manusia
b)
Diperuntukkan bekerja atau
jasa/melayani
c)
Untuk kepentingan pihak yang
memperdagangkan
2.2 Faktor
Penyebab Human Trafficking di Indonesia
Tidak ada satu pun yang merupakan sebab khusus terjadinya
trafficking manusia di Indonesia. Trafficking disebabkan oleh keseluruhan hal
yang terdiri dari bermacam-macam kondisi serta persoalan yang berbeda-beda.
Termasuk ke dalamnya adalah:
a) Kemiskinan
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) adanya kecenderungan
jumlah penduduk miskin terus meningkat dari 11,3% pada tahun 1996 menjadi 23,4%
pada tahun 1999, walaupun berangsur-angsur telah turun kembali menjadi 17,6%
pada tahun 2002, kemiskinan telah mendorong anak-anak untuk tidak bersekolah
sehingga kesempatan untuk mendapatkan keterampilan kejuruan serta kesempatan
kerja menyusut. Seks komersial kemudian menjadi sumber nafkah yang mudah untuk
mengatasi masalah pembiayaan hidup. Kemiskinan pula yang mendorong kepergian
ibu sebagai tenaga kerja wanita yang dapat menyebabkan anak terlantar tanpa
perlindungan sehingga beresiko menjadi korban perdagangan manusia.
b) Keinginan
cepat kaya
Keinginan untuk hidup lebih layak, tetapi dengan
kemampuan yang minim dan kurang mengetahui informasi pasar kerja, menyebabkan
mereka terjebak dalam lilitan hutang para penyalur tenaga kerja dan mendorong
mereka masuk dalam dunia prostitusi.
c) Pengaruh
sosial budaya
Disini misalnya, budaya pernikahan di usia muda yang
sangat rentan terhadap perceraian, yang mendorong anak memasuki eksploitasi
seksual komersial. Berdasarkan UU Perkawinan No.1/1974, perempuan Indonesia
diizinkan untuk menikah pada usia 16 tahun atau lebih muda jika mendapat izin
dari pengadilan. Meskipun begitu, dewasa ini pernikahan dini masih berlanjut
dengan persentase 46,5% perempuan menikah sebelum mencapai usia 18 tahun dan
21,5% sebelum mencapai usia 16 tahun. Tradisi budaya pernikahan dini
menciptakan masalah sosio-ekonomi untuk pihak lelaki maupun perempuan dalam
perkawinan tersebut. Tetapi implikasinya terutama terlihat jelas bagi
gadis/perempuan. Masalah-masalah yang mungkin muncul bagi perempuan dan gadis
yang melakukan pernikahan dini antara lain: Dampak buruk pada kesehatan
(kehamilan prematur, penyebaran HIV/AIDS), pendidikan terhenti, kesempatan ekonomi
terbatas, perkembangan pribadi terhambat dan tingkat perceraian yang tinggi.
Masing-masing isu diatas adalah masalah sosial yang
berkenaan dengan kesejahteraan anak perempuan khususnya penting dalam hal
kerentanan terhadap perdagangan. Hal ini dikarenakan:
1) Perkembangan
pribadi yang terhambat, membuat banyak gadis tidak mempunyai bekal keterampilan
kerja yang cukup berkembang, sehingga mereka akan kesulitan untuk berunding
mengenai kodisi dan kontrak kerja, atau untuk mencari bantuan jika mengalami
kekerasan dan eksploitasi.
2) Keterbatasan
pendidikan, mereka sering rentan terhadap pekerjaan yang eksploitatif dan
perdagangan karena mereka umumnya tidak terlalu paham hak-haknya.
3) Peluang
ekonomi yang terbatas, mengingat terbatasnya pilihan ekonomi dan kekuatan tawar-menawar
mereka, perempuan muda rentan terhadap pekerjaan yang eksploitatif dan
perdagangan.
d) Kurangnya
pencatatan kelahiran
Anak dan orang dewasa yang tidak terdaftar serta tidak
memiliki akta kelahiran amat rentan terhadap eksploitasi. Orang yang tidak
dapat memperlihatkan akta kelahirannya sering kali kehilangan perlindungan yang
diberi hukum karena dimata negara secara teknis mereka tidak ada. Rendahnya
registrasi kelahiran, khususnya di kalangan masyarakat desa, memfasilitasi
perdagangan manusia. Agen dan pelaku perdagangan memanfaatkan ketiadaan akta
kelahiran asli untuk memalsukan umur perempuan muda agar mereka dapat bekerja
di luar negeri. Contoh, seperti yang dikemukakan dalam bagian Kalimantan Barat
dari laporan ini (bagian VF), agen yang sah maupun gelap memakai kantor
imigrasi di Entikong, Kalimantan Barat, untuk memproses paspor palsu bagi
gadis-gadis di bawah umur.
e) Korupsi dan
lemahnya penegakan hukum
Korupsi di Indonesia telah menjadi suatu yang lazim
dalam kehidupan sehari-hari, karena baik kalangan atas maupun bawah telah
melakukan praktik korupsi ini. Karena itulah, korupsi memainkan peran integral
dalam memfasilitasi perdagangan perempuan dan anak di Indonesia, disamping
dalam menghalangi penyelidikan dan penuntutan kasus perdagangan. Mulai dari
biaya illegal dan pemalsuan dokumen. Dampak korupsi ini terhadap buruh migran
perempuan dan anak harus dipelajari dari umur mereka yang masih muda dan lugu,
yang tidak tahu bagaimana cara menjaga diri di kota-kota besar karena mereka
tidak terbiasa dan sering malu untuk mencari bantuan. Tidak peduli berapa usia
dan selugu apa pun mereka, mereka yang berimigrasi dengan dokumen palsu takut
status illegal mereka akan membuat mereka jatuh ke dalam kesulitan lebih jauh dengan
pihak berwenang atau dapat dideportasi. Pelaku perdagangan memanfaatkan
ketakutan ini, untuk terus mengeksploitasi para perempuan dan proyek. Masalah
lain yaitu lemahnya hukum di Indonesia.
Untuk penyelidikan dan penuntutan kasus-kasus
perdagangan, sistem hukum Indonesia sampai sekarang masih lemah, lamban dan
mahal. Sangat sedikit transparansi, sehingga hanya sedikit korban yang
mempercayakan kepentingan mereka kepada sistem tersebut. Perilaku kriminal
memiliki sumber daya dan koneksi untuk memanfaatkan sistem tersebut. Akibatnya,
banyak korban perdagangan yang tidak mau menyelesaikan masalah melalui proses
hukum. Hal ini mengakibatkan praktik pedagangan/trafficking semakin meningkat
dan masih berlangsung.
f) Media massa
Media massa masih belum memberikan perhatian yang
penuh terhadap berita dan informasi yang lengkap tentang trafficking dan belum
memberikan kontribusi yang optimal dalam upaya pencegahan maupun
penghapusannya. Bahkan tidak sedikit justru memberitakan yang kurang mendidik
dan bersifat pornografis yang mendorong menguatnya kegiatan trafficking dan
kejahatan susila lainnya.
g) Pendidikan
minim dan tingkat buta huruf
Survei sosial-ekonomi nasional tahun 2000 melaporkan
bahwa 34% penduduk Indonesia berumur 10 tahun ke atas belum/tidak tamat SD/tidak
pernah bersekolah, 34,2% tamat SD dan hanya 155 yang tamat SMP. Menurut laporan
BPS pada tahun 2000 terdapat 14% anak usia 7-12 dan 24% anak usia 13-15 tahun
tidak melanjutkan ke SLTP karena alasan pembiayaan. Orang dengan pendidikan
yang terbatas atau buta aksara kemungkinan besar akan menderita keterbatasan
ekonomi. Dan mereka juga tidak akan mempunyai pengetahuan kepercayaan diri
untuk mengajukan pertanyaan tentang ketentuan-ketentuan dalam kontrak dan
kondisi kerja mereka. Selain itu, mereka akan sulit mencari pertolongan ketika
mereka kesulitan saat berimigrasi atau mencari pekerjaan. Mereka akan kesulitan
bagaimana mengakses sumber daya yang tersedia, tidak dapat membaca atau
mengerti brosur iklan layanan masyarakat lain mengenai rumah singgah atau nomor
telepon yang bisa dihubungi untuk mendapatkan bantuan. Seorang yang rendah
melek huruf sering kali secara lisan dijanjikan akan mendapat jenis pekerjaan
atau jumlah gaji tertentu oleh seorang agen, namun kontrak yang mereka tanda
tangani (yang mungkin tidak dapat mereka baca) mencantumkan ketentuan kerja
serta kompensasi yang jauh berbeda, mengarah ke eksploitasi.
2.3 Beberapa
Contoh Kasus dari Traffiking di Indonesia
1) Di
Maluku Utara misalnya, anak-anak yatim yang menjadi korban kerusuhan, dangan kedok
akan disekolahkan ke pondok pesantren, ternyata setiba di tempat tujuan justru
di jual dan di perkerjakan sebagai pembantu rumah tangga. Bagi keluarga yang
menginginkan anak-anak itu, mereka harus menebus 175 ribu dengan alasan sebagai
pengganti biaya perjalanan dari Pulau ke Ternate.
2) Komnas
Perlindungan Anak juga mensinyalir, sebagian anak-anak pengungsi dari Atambua
ternyata diperdagangkan untuk diperkerjakan menjadi PSK (pekerja seks
komersail). Sementara itu, di Sulawesi Tengah, seorang ibu dilaporkan tega
menjual anak kandungnya yang masih berusia 7 bulan seharga 500 ribu hanya
karena alasan ekonomi dan keinginan untuk membeli tape recorder.
3) Di
Surabaya, pertengahan bulan November 2000 lalu juga diberitakan kasus
eksploitasi dan perdagangan seksual beberapa remaja putri oleh pasangannya
sendiri, entah karena alasan untuk hidup ataukah karena mereka terjerat pada
pengaruh narkoba yang tidak bisa dilepaskan begitu saja. Ceritanya, entah
karena terlena oleh bujuk rayu atau karena ketergantungan dan paksaan, beberapa
anak-anak perempuan terpaksa pasrah ketika diminta pasangannya untuk menjajakan
diri. Mereka baru berontak dan melaporkan kejadian itu kepada polisi ketika
tindakan pasangannya sudah dianggap melampaui batas.
4) Di
Surabaya, misalnya Juli 2002 lalu dilaporkan di media masa bagaimana aparat
kepolisian berhasil mengungkap praktik perdagangan anak perempuan yang dipaksa
bekerja di sektor prostitusi. Menurut pengakuan salah satu pelaku, paling tidak
sudah ada lima anak perempuan di bawah 18 tahun yang diperdaya dan kemudian
dijual ke germo di kompleks lokalisasi di Surabaya. Harga persatu korban
rata-rata 1 juta rupiah. Modus yang dikembangkan pelaku adalah mereka mencoba
mendekati korban, mencarinya, kemudian setelah berhasil diperdaya dan korban tertipu
menyerahkan keperawanannya, baru kemudian korban dijual ke germo yang sudah
menjadi langganan mereka.
5) Ciawi,
Setelah lebih dari sebulan tak pulanh kerumah, akhirnya Putri Rusdianti (20)
warga RT 04/06, Kampung Ranji, Desa Telukpinang akhirnya dilaporkan pihak
keluarga ke Mapolsek Ciawi, kemarin. Ibu korban, Yanti (40) mengatakan, anaknya
meninggalkan rumah sejak Minggu (4/11). Saat itu, Putri berpamitan bersama
temannya Novia (19) untuk menghadiri pesta ulang tahun di kawasan Tajur,
Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor.Namun, hingga malam hari Putri tak pulang.“
Sejak malam itu, saya langsung mencari dan bertanya kepada teman-temannya, tapi
mereka tak tahu,” ungkapnya.Penasaran, Yanti kemudian mendatangi rumah Novi
namun tak membuahkan hasil. “ Katanya, anak saya sudah pulang,” ujarnya saat di
Mapolsek Ciawi.Yanti menambahkan, anaknya memiliki ciri tinggi sekitar 160 cm,
rambut hitam lurus panjang dan tahi lalat kecil di bagian bibir sebelah kiri.
2.4 Bentuk-Bentuk
Human Trafficking di Indonesia
Ada beberapa bentuk trafficking
manusia yang terjadi pada perempuan dan anak-anak.
1) Kerja Paksa
Seks & Eksploitasi seks, baik di luar negeri maupun di wilayah Indonesia
2) Pembantu
Rumah Tangga (PRT), baik di luar ataupun di wilayah Indonesia
3) Bentuk Lain dari
Kerja Migran, baik di luar ataupun di wilayah Indonesia
4) Penari,
Penghibur & Pertukaran Budaya terutama di luar negeri
5) Pengantin
Pesanan, terutama di luar negeri
6) Beberapa
Bentuk Buruh/Pekerja Anak, terutama di Indonesia
7) Trafficking/penjualan
Bayi, baik di luar negeri ataupun di Indonesia
Sasaran yang
rentan menjadi korban perdagangan perempuan antara lain :
a. Anak-anak
jalanan
b. Orang yang
sedang mencari pekerjaan dan tidak mempunyai pengetahuan informasi yang benar
mengenai pekerjaan yang akan dipilih
c. Perempuan
dan anak di daerah konflik dan yang menjadi pengungsi
d. Perempuan
dan anak miskin di kota atau pedesaan
e. Perempuan
dan anak yang berada di wilayah perbatasan anatar Negara
f. Perempuan
dan anak yang keluarganya terjerat hutang
g. Perempuan
korban kekerasan dalam rumah tangga, korban pemerkosaan
2.5 Undang-Undang
tentang Human Trafficking di Indonesia
Berikut ini beberapa peraturan
perundang-undangan :
1) Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 285, 287-298; Pasal 506
2) UU RI No. 7 tahun
1984 (ratifikasi konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap
Perempuan/CEDAW; pasal 2,6,9,11,12,14,15,16)
3) UU RI No. 20
tahun 1999 (ratifikasi konvensi ILO No. 138 tentang Usia Minimum yang
Diperbolehkan Bekerja)
4) UU RI No.
1/2000 (ratifikasi konvensi ILO No. 182 tentang Bentuk-Bentuk
Pekerjaan Terburuk untuk Anak)
5) UU RI no.
29/1999 (ratifikasi konvensi untuk Mengeliminasi Diskriminasi Rasial)
6) Keppres No
36/1990 ( ratifikasi konvensi Hak Anak)
2.6 Pencegahan
dan Penanggulangan Human Trafficking di Indonesia
Perdagangan orang, khususnya
perempuan sebagai suatu bentuk tindak kejahatan yang kompleks, tentunya
memerlukan upaya penanganan yang komprehensif dan terpadu. Tidak hanya
dibutuhkan pengetahuan dan keahlian profesional, namun juga pengumpulan dan
pertukaran informasi, kerjasama yang memadai baik sesama aparat penegak hukum
seperti kepolisian, kejaksaan, hakim maupun dengan pihak-pihak lain yang
terkait yaitu lembaga pemerintah (kementerian terkait) dan lembaga non
pemerintah (LSM) baik lokal maupun internasional. Semua pihak bisa saling
bertukar informasi dan keahlian profesi sesuai dengan kewenangan masing-masing
dan kode etik instansi. Tidak hanya perihal pencegahan, namun juga penanganan
kasus dan perlindungan korban semakin memberikan pembenaran bagi upaya
pencegahan dan penanggulangan perdagangan perempuan secara terpadu. Hal ini
bertujuan untuk memastikan agar korban mendapatkan hak atas perlindungan dalam
hukum.
Dalam konteks penyidikan dan
penuntutan, aparat penegak hukum dapat memaksimalkan jaringan kerjasama dengan
sesama aparat penegak hukum lainnya di dalam suatu wilayah negara, untuk
bertukar informasi dan melakukan investigasi bersama. Kerjasama dengan aparat
penegak hukum di negara tujuan bisa dilakukan melalui pertukaran informasi,
atau bahkan melalui mutual legal assistance, bagi pencegahan dan penanggulangan
perdagangan perempuan lintas negara.
Upaya
Masyarakat dalam pencegahan trafficking yakni dengan meminta dukungan ILO, dan
Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) yang melakukan Program Prevention
of Child Trafficking for Labor
and Sexual Exploitation. Tujuan dari program ini adalah :
1) Memperbaiki
kualitas pendidikan dari tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah Menegah Atas
untuk Fmemperluas angka partisipasi anak laki-laki
dan anak perempuan,
2) Mendukung
keberlanjutan pendidikan dasar untuk anak perempuan setelah lulus sekolah
dasar,
3) Menyediakan
pelatihan keterampilan dasar untuk memfasilitasi kenaikan penghasilan,
4) Menyediakan
pelatihan kewirausahaan dan akses ke kredit keuangan untuk memfasilitasi usaha
sendiri,
5) Merubah
sikap dan pola pikir keluarga dan masyarakat terhadap trafficking anak.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Trafficking merupakan permasalahan klasik yang sudah
ada sejak kebudayaan manusia itu ada dan terus terjadi sampai dengan hari ini.
Penyebab utama terjadinya trafficking adalah kurangnya informasi akan
adanya trafficking, kemiskinan dan rendahnya tingkat pendidikan serta
keterampilan yang dimiliki oleh masyarakat terutama mereka yang berada di
pedesaan, sulitnya lapangan pekerjaan selain itu juga masih lemahnya
pelaksanaan hukum di Indonesia tentang perdagangan orang. Situasi ini terbaca
oleh pihak calo,sponsor,rekruter untuk mengambil manfaat dari keadaan ini
dengan mengembangkan praktek trafficking di tempat-tempat yang
diindikasikan mudah menjerat para korbannya.
Untuk memberantas dan mengurangi trafficking
memerluan juga kerja sama lintas Negara serta peningkatan kualitas
pendidikan dan keterampilan. Selain itu penyedian perangkat hukum yang memadahi
untuk skala internasional, regional bahkan lokal juga penegakan hukum oleh
apart hukum untuk menghambat laju pergerakan jaringan trafficking. Bahkan
tindakan pemberian sanksi yang berat terhadap pelaku trafficking dan
perlindungan terhadap korban juga harus diperhatikan. Dan yang tak kalah
pentingnya dengan sosialisasi isu tentang perdagangan anak dan perempuan
terhadap semua komponen masyarakat sehingga masalah ini mendapat perhatian dan
menjadi kebutuhan yang mendesak untuk diperjuangkan dan mendapatkan penanganan
yang maksimal dari semua pihak.
3.2 Saran
Yang dapat Anda
lakukan jika Anda, Saudara atau teman Anda menjadi korban perdagangan
(trafficking) Berikan dukungan secara penuh, dan :
1) Kumpulkan
bukti-bukti dengan mencatat tanggal, tempat kejadian serta ciri-ciri pelaku,
2) Pilih orang
yang dapat dipercaya, keluarga untuk menceritakan permasalahan yang
terjadi. Minta Ftolong
untuk melaporkan kepada pihak yang berwajib,
3) Laporkan
segera kepada aparat kepolisian terdekat,
4) Minta
bantuan/pendampingan kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH),
5) Konsultasikan
kepada lembaga-lembaga yang menangani masalah perempuan yaitu organisasi
perempuan, organisasi masyarakat yang memahami pola perdagangan (trafficking).
DAFTAR PUSTAKA
Editor, “Sosialisasi Bahaya Trafficking”,
Jurnal Perempuan, Edisi 15 Februari 2005
Handhyono, Suparti. Human
Trafficking dan Kaitannya dengan Tindak Pidana KDART, Makalah dalam Seminar
di Kota Batu-Malang, tanggal 30 November 2006.
Hartiningih, Maria. Feminisme
Migrasi dalam Migrasi Internasional,
http://www.kompas.com./kolomctil.asp.098!?.
(diakses tanggal 20 November 2010)
Jannah, Fathul et.al., Kekerasan
terhadap Istri. Yogyakarta: LKIS,2003.
Komnas Perempuan, Peta Kekerasan
Pengalaman Perempuan Indonesia, Jakarta, Ameepro,2002
NN, Aliansi Global Menentang
Perdagangan Perempuan: Standar HAM untuk Perlakuan terhadap Orang yang
Diperdagangkan, 1999
NN, Mematahkan Persepsi Anak
Perempuan sebagai Asset Bakti vs. Eksploitasi:
Yentriyani, Andi. Politik
Perdagangan Perempuan. Yogyakarta: Galang Press, 2004.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar