Selasa, 24 November 2015

Makalah Perencanaan Pembangunan Ekonomi Indonesia



BAB I
PENDAHULUAN
A.  LATAR BELAKANG
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara dengan luas wilayah hampir 2 juta km2 dan berpenduduk lebih 206 juta jiwa pada tahun 2000, memiliki potensi sumberdaya alam baik di laut (marine natural resources) dan di darat (land natural resources) yang sangat besar.
Kenyataan bahwa sumberdaya yang berlimpah tersebut tidak merata beradadi seluruh daerah. Hal yang sama terjadi dengan sebaran sumberdaya manusia yang merupakan “aktor” pembangunan tersebar juga tidak merata. Implikasi dari ketidak-merataan keberadaan kedua sumberdaya tersebut adalah belum baiknya tingkat pelayanan infrastruktur wilayah melayani kebutuhan wilayah dan masyarakat, terutama daerah-daerah terisolir dan tertinggal.
Untuk mengoptimalkan nilai manfaat sumberdaya yang berlimpah tetapi tidak merata tersebut bagi pengembangan wilayah nasional secara berkelanjutan dan menjamin kesejahteraan umum secara luas (public interest), diperlukan intervensi kebijakan dan penanganan khusus oleh Pemerintah untuk pengelolaan wilayah yang tertinggal.  Secara sederhana, pembangunan ekonomi dapat dipahami sebagai upaya melakukan perubahan yang lebih baik dari sebelumnya yang ditandai oleh 3membaiknya faktor-faktor produksi. Faktor-faktor produksi tersebut adalah kesempatan kerja, investasi, dan teknologi yang dipergunakan dalam proses produksi.
Dalam konteks tersebut, pembangunan ekonomi merupakan pembangunan yang a-spasial, yang berarti bahwa pembangunan ekonomi memandang wilayah nasional tersebut sebagai satu “entity”. Meningkatnya kinerja ekonomi nasional sering diterjemahkan dengan meningkatnya kinerja ekonomi seluruh wilayah/daerah. Hal ini memberikan pengertian yang “bias”, karena hanya beberapa wilayah/daerah yang dapat berkembang seperti nasional dan banyak daerah yang tidak dapat berlaku seperti wilayah nasional. Wilayah Indonesia terdirid ari 33 propinsi dengan 400an kabupaten/kota yang secara sosial ekonomi dan budaya sangat beragam. Keberagaman ini memberikan perbedaan dalam karakteristik faktor-faktor produksi yang dimiliki. Seringkali kebijakan nasional pembangunan ekonomi yang disepakati sulit mencapai tujuan dan sasaran yang diharapkan pada semua daerah-daerah yang memiliki karakteristik sangat berbeda. Contoh, kebijakan nasional untuk industrialisasi, di daerah yang berkarateristik wilayah kepulauan dan laut diantisipasi dengan pembangunan industri perikanan, sedangkan daerah yang berkarakteristik darat dikembangkan melalui pembangunan kawasan industri, serta daerah yang tertinggal merencanakan pembangunan industri tetapi sulit merealisasikannya akibat rendahnya SDM, SDA, dan infrastruktur yang dibutuhkan oleh pengembangan Industri. Pendekatan ini dikenal dengan pembangunan ekonomi wilayah.


B.  RUMUSAN MASALAH
1.      Apa Pengertian dari perencanaan pembangunan?
2.      Strategi perencanaan pembangunan.
3.      Tantangan pembangunan Indonesia.
4.      Peran pemerintah dalam perencanaan pembangunan.
5.      Tahap-tahap sisem perencanaan.

C.  TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuaan dari penulisan makalah ini yang lebih spesifik membahas mengenai “PERENCANAAN PEMBANGUNAN INDONESIA” agar sipembaca terkhusus pada mahasiswa dan  umumnya kepada masyarakat nantinya lebih memahami serta mengerti tentang praktek monopoli yang terjadi apa yang menjadi pennyebab, apa pula keuntungan dan kerugian yang didapat serta ciri-ciri dari pasar monopolo itu sendiri, setelah membaca karya tulis ini diharapkan si pembaca telah mendapat gambaran tentang kaitanya dengan praktik perpajakan yang kami bahas yang kami bahas.

BAB II
PEMBAHASAN
PERENCANAAN PEMBANGUNAN INDONESIA

A.   PENGERTIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN
Istilah “perencanaan pembangunan”, khususnya pembangunan ekonomi, sudah biasa terdengar dalam pembicaraan sehari-hari. Akan tetapi, “perencanaan” diartikan berbeda-beda dalam buku yang berbeda. Conyers & Hills (1994) mendefinisikan “perencanaan” sebagai ”suatu proses yang bersinambungan”, yang mencakup “keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan berbagai alternatif penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu  ada masa yang akan datang.“ Definisi tersebut mengedepankan 4 unsur dasar perencanaan, yakni :
1.) Pemilihan. ”Merencanakan berarti memilih,” kata Yulius Nyerere (mantan Presiden Tanzania) ketika menyampaikan pidato Repelita II Tanzania pada tahun 1969. Artinya, perencanaan merupakan proses memilih di antara berbagai kegiatan yang diinginkan, karena tidak semua yang diinginkan itu dapat dilakukan dan dicapai dalam waktu yang bersamaan. Hal itu menyiratkan bahwa hubungan antara perencanaan dan proses pengambilan keputusan sangat erat. Oleh karena itu, banyak buku mengenai perencanaan membahas pendekatan-pendekatan alternatif dalam proses pengambilan keputusan, terutama yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan dan urutan tindakan di dalam proses pengambilan keputusan.
2.) Sumber daya. Perencanaan merupakan alat pengalokasian sumber daya. Penggunaan istilah “sumber daya” di sini menunjukkan segala sesuatu yang dianggap berguna dalam pencapaian suatu tujuan tertentu. Sumber daya di sini mencakup sumber daya manusia; sumber daya alam (tanah, air, hasil tambang, dan sebagainya); sumber daya modal dan keuangan. Perencanaan mencakup pro-ses pengambilan keputusan tentang bagaimana sumber daya yang tersedia itu digunakan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, kuantitas dan kualitas sumber daya tersebut sangat berpengaruh dalam proses memilih di antara berbagai pilihan tindakan yang ada.
3.)Tujuan. Perencanaan merupakan alat untuk mencapai tujuan. Konsep perencanaan sebagai alat pencapaian tujuan muncul berkenaan dengan sifat dan SIMRENAS: Panduan Pemahaman dan Pengisian Data Dasar Perencanaan Pembangunan proses penetapan tujuan. Salah satu masalah yang sering dihadapi oleh seorang perencana adalah bahwa tujuan-tujuan mereka kurang dapat dirumuskan secara tepat. Sering kali tujuan-tujuan tersebut didefinisikan secara kurang tegas, karena kadang kala tujuan-tujuan tersebut ditetapkan oleh pihak lain.
4.) Waktu. Perencanaan mengacu ke masa depan. Salah satu unsur penting dalam perencanaan adalah unsur waktu. Tujuan-tujuan perencanaan dirancang untuk dicapai pada masa yang akan datang. Oleh karena itu, perencanaan berkaitan dengan masa depan. Dalam perencanaan kita pasti ingin kegiatan yang kita lakukan itu semaksimal mungkin dan dalam waktu yang singkat, sehingga bisa optimal dan efektif. Pembangunan ekonomi wilayah memberikan perhatian yang luas terhadap keunikan karakteristik wilayah (ruang). Pemahaman terhadap sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya buatan/infrastruktur dan kondisi kegiatan usaha dari masing-masing daerah di Indonesia serta interaksi antar daerah (termasuk diantara faktor-faktor produksi yang dimiliki) merupakan acuan dasar bagi perumusan upaya pembangunan ekonomi nasional ke depan.UU 24/1992 tentang Penataan Ruang menyebutkan bahwa ruang dipahami sebagai suatu wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruangudara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk hidup lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Dalam konteks ini, sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya buatan/infrastruktur wilayah dan kegiatan usaha merupakan unsur pembentuk ruang wilayah dan sekaligus unsur bagi pembangunan ekonomi nasional yang lebih merata dan adil. 
B. TANTANGAN PEMBANGUNAN INDONESIA  KE DEPAN
                 Tantangan pembangunan Indonesia ke depan sangat berat dan berbeda dengan yang sebelumnya. Paling tidak ada 4 (empat) tantangan yang dihadapi Indonesia, yaitu:
(i)        Otonomi daerah,
(ii)      Pergeseran orientasi pembangunansebagai negara maritim,
(iii)    Ancaman dan sekaligus peluang globalisasi, serta
(iv)    Kondisi objektif akibat krisis ekonomi.
Pertama, Undang-undang No. 22 tahun 1999 secara tegas meletakkan otonomi daerah di daerah kabupaten/kota. Hal ini berarti telah terjadi penguatan yang nyata dan legal terhadap kabupaten/kota dalam menetapkan arah dan target pembangunannya sendiri. Di satu sisi, penguatan ini sangat penting karena secara langsung permasalahaan yang dirasakan masyarakat di kabupaten/kota langsung diupayakan diselesaikan melalui mekanisme yang ada di kabupaten/kota tersebut. Tetapi, di sisi  lain, otonomi ini justru menciptakan ego daerah yang lebih besar dan bahkan telah menciptakan konflik antar daerah yang bertetangga dan ancaman terhadap kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kedua, reorientasi pembangunan Indonesia ke depan adalah keunggulan sebagai  negara maritim. Wilayah kelautan dan pesisir beserta sumberdaya alamnya memiliki makna strategis bagi pembangunan ekonomi Indonesia, karena dapat diandalkan sebagai salah satu pilar ekonomi nasional.
Ketiga, ancaman dan peluang dari globalisasi ekonomi terhadap Indonesia yang terutama diindikasikan dengan hilangnya batas-batas negara dalam suatu proses ekonomi global. Proses ekonomi global  cenderung melibatkan banyak negara sesuai dengan keunggulan kompetitifnya seperti sumberdaya manusia, sumberdaya buatan/infrastruktur, penguasaan teknologi, inovasi proses produksi dan produk, kebijakan pemerintah, keamanan, ketersediaan modal, jaringan bisnis global, kemampuan dalam pemasaran dan distribusi global.
Ada  empat manfaat yang dirasakan dari globalisasi ekonomi, yaitu
(i)        Spesialisasi produk yang didasarkan pada keunggulan absolut atau komparatif,
(ii)      Potensi pasar yang besar bagi produk masal,
(iii)    Kerjasama pemasaran bagi hasil bumi dan tambang untuk memperkuat posisi tawar,
(iv)    Adanya pasar bersama 6untuk produk-produk ekspor yang sama ke pasar Asia  Pasifik yang memiliki 70% pasar dunia. Di  sisi lain, globalisasi juga memberikan  ancaman terhadap ekonomi nasional dan daerah berupa membanjirnya produk-produk asing yang menyerbu pasar-pasar domestik akibat tidak kompetitifnya harga produk lokal.
Terakhir, kondisi objektif akibat  krisis ekonomi  (jatuhnya kinerja makro ekonomi menjadi –13% dan kurs rupiah yang terkontraksi sebesar 5-6 kali lipat) dan multi dimensi yang dialami Indonesia telah menyebabkan tingginya angka penduduk miskin menjadi 49,5 juta atau 24,2% dari total penduduk Indonesia pada tahun 1997/1998 dan mulai membaik pada tahun 1999 menjadi 23,4% atau 47,97 juta jiwa. Di sisi lain, krisis ekonomi  ini menjadi pemacu krisis multidimensi, seperti krisis sosial, dan krisis kepercayaan terhadap pemerintah.
C .PERAN PEMERINTAH DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN
Di dalam literatur-literatur ekonomi pembangunan sering disebutkan bahwa ada tiga peran pemerintah yang utama yaitu:
(1) Sebagai pengalokasi sumber-sumber daya yang dimiliki oleh negara untuk pembangunan;
 (2) Penciptaan stabilisasi ekonomi melalui kebijakan fiskal dan moneter; serta
 (3) Sebagai pendistribusi sumber daya.

Penjabaran ketiga fungsi ini di Indonesia dapat dilihat dalam Pasal 33 UUD 1945 Amandemen Keempat. Ayat (2) dan ayat (3) menyebutkan bahwa negara menguasai bumi serta kekayaan alam yang dikandung didalamnya, serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan bagi hajat hidup orang banyak. Penguasaan ini dimaksudkan untuk dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hal ini mengamanatkan kepada Pemerintah agar secara aktif dan langsung menciptakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Selanjutnya ayat (4) menyebutkan bahwa perekonomian diselenggarakan atas dasar dasar demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,  kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Ayat ini juga mengamanatkan kepada Pemerintah untuk menjaga dan mengarahkan agar sistem perekonomian Indonesia berjalan dengan baik dan benar. Inilah yang dinamakan peran pengaturan dari pemerintah. Inilah yang menjadi inti tugas lembaga perencanaan dalam Pemerintah.  Pemerintah juga dapat melakukan intervensi langsung melalui kegiatan-kegiatan yang dibiayai oleh pemerintah, yang mencakup kegiatan-kegiatan penyediaan barang dan layanan publik, melaksanakan kegiatan atau prakarsa strategis, pemberdayaan yang tak berdaya (empowering the powerless) atau keberpihakan. Perencanaan Pembangunan Untuk Mencapai Tujuan dan Cita-Cita Nasional Sejak awal, para bangsa menyatakan bahwa kemerdekaan Indonesia didorong oleh keinginan yang luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas. Mereka dengan sadar bercita-cita agar pengelolaan pembangunan Indonesia dapat dilakukan sendiri oleh putra-putri bangsa ini secara mandiri, merdeka, dan berdaulat. Kedaulatan dalam mengelolah pembangunan tentu berangkat dari keyakinan yang kuat bahwa kita dapat melaksanakannya tanpa perlindungan dan pengawasan pihak asing.
Oleh karena itu, pembangunan masyarakat untuk mencapai cita-cita kemerdekaan yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 haruslah diselenggarakan dengan seksama, efektif, efisien, dan terpadu. Tujuan pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut adalah untuk (1) Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia; (2) Memajukan kesejahteraan umum; (3) Mencerdaskan kehidupan bangsa; dan (4) Ikut melaksanakan ketertiban dunia. Dari keempat tujuan ini, tiga di antaranya secara eksplisit menyatakan kualitas kehidupan yaitu butir pertama, kedua, dan ketiga yaitu kehidupan masyarakat yang terlindungi, sejahtera, dan cerdas. Sedangkan untuk distribusi dan pemerataan kualitas hidup tersebut dirumuskan dalam sila Kelima Pancasila yaitu mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia?. Intinya adalah keterlindungan, kesejahteraan, dan kecerdasan masyarakat, haruslah terdistribusi secara adil.

D.    TAHAP-TAHAP SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
Proses penyusunan rencana baik itu jangka panjang, menengah, maupun tahunan dapat dibagi dalam empat tahap yaitu:
i. Penyusunan Rencana yang terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
a. Penyiapan rancangan rencana pembangunan oleh lembaga perencana dan bersifat rasional, ilmiah, menyeluruh, dan terukur.
b.Penyiapan rancangan rencana kerja oleh kementerian/lembaga/satuan kerja Berangkat daerah sesuai dengan kewenangan dengan mengacu pada rancangan pada butir (a).
c.Musyawarah perencanaan pembangunan.
d. Penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.

ii. Penetapan rencana
i.      RPJP Nas dgn UU dan RPJP Daerah dgn Perda
ii.    RPJM dengan Peraturan Presiden/Kepala Daerah
iii.  RKP/RKPD dengan Peraturan Presiden/Kepala Daerah
iv.Pengendalian Pelaksanaan Rencana adalah wewenang dan tanggung-jawab pimpinan kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah.
v. Evaluasi Kinerja pelaksanaan rencana pembangunan perioda sebelumnya. Tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi tentang kapasitas lembaga pelaksana, kualitas rencana sebelumnya, serta untuk memperkirakan kapasitas pencapaian kinerja di masa yang akan datang.

E.     JENIS-JENIS DOKUMENT RENCANA PEMBANGUNAN
Undang-Undang tentang sistem perencanaan pembangunan nasional menetapkan adanya dokumen-dokumen perencanaan yaitu dokumen perencanaan jangka panjang (20 tahun), dokumen perencanaan pembangunan berjangka menengah (5 tahun), dan dokumen rencana pembangunan tahunan.

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) terdiri dari rencana pembangunan jangka panjang di tingkat nasional dan di tingkat daerah. RPJP Nasional merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam bentuk visi, misi, dan arah pembangunan Nasional. Sedangkan RPJP Daerah memuat visi, misi, dan arah pembangunan Daerah yang mengacu pada RPJP Nasional.
Rencana pembangunan jangka panjang diwujudkan dalam visi dan misi jangka panjang dan mencerminkan cita-cita kolektif yang akan dicapai oleh masyarakat beserta strategi untuk mencapainya. Oleh karenanya, rencana pembangunan jangka panjang adalah produk dari semua elemen bangsa, masyarakat, pemerintah, lembaga-lembaga tinggi negara, organisasi kemasyarakatan, dan organisasi politik. Visi merupakan penjabaran cita-cita kita berbangsa sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu terciptanya masyarakat yang terlindungi, sejahtera dan cerdas serta berkeadilan. Visi kemudian perlu dinyatakan secara tegas ke dalam misi, yaitu upaya-upaya ideal untuk mencapai visi tersebut, yang dijabarkan ke dalam arah kebijakan dan strategi pembangunan jangka panjang.

Rencana Pembangunan Jangka.
 Menengah Rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) atau rencana lima tahunan terdiri atas rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) dan rencana pembangunan jangka menengah daerah atau RPJMD. Rencana pembangunan jangka menengah sering disebut sebagai agenda pembangunan karena menyatu dengan agenda Pemerintah yang berkuasa. Agenda pembangunan lima tahunan memuat program-program, kebijakan, dan pengaturan yang diperlukan yang masing-masing dilengkapi dengan ukuran outcome? atau hasil yang akan dicapai. Selain itu, secara sektoral terdapat pula Rencana Strategis atau Renstra di masing-masing kementerian/departemen atau lembaga pemerintahan nondepartemen serta renstra pemerintahan daerah yang merupakan gambaran RPJM berdasarkan sektor atau bidang pembangunan yang ditangani.
RPJM Nasional merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Nasional, yang memuat strategi pembangunan Nasional, kebijakan umum, program Kementerian/Lembaga dan lintas kementerian/Lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Sedangkan RPJM Daerah merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah kebijakan keuangan Daerah, strategi pembangunan Daerah, kebijakan umum, dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah, lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.
Selanjutnya Renstra Kementerian dan Lembaga memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga yang disusun dengan berpedoman pada RPJM Nasional dan bersifat indikatif. Sedangkan Renstra Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan yang disusun sesuai dengan tugas dan fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah serta berpedoman kepada RPJM Daerah dan bersifat indikatif.

Rencana Pembangunan Tahunan.
 Rencana pembangunan tahunan disebut sebagai Rencana Kerja Pemerintah (RKP). RKP merupakan penjabaran dari RPJM Nasional, memuat prioritas pembangunan, rancangan kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal, serta program Kementerian/Lembaga, lintas Kementerian/Lembaga, kewilayahan dalam bentuk kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Sedangkan RKPD merupakan penjabaran dari RPJM Daerah dan mengacu pada RKP, memuat rancangan kerangka ekonomi Daerah, prioritas pembangunan Daerah, rencana kerja, dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.
Kebijakan dalam sistem pembangunan saat ini sudah tidak lagi berupa daftar usulan tapi sudah berupa rencana kerja yang memperhatikan berbagai tahapan proses mulai dari input seperti modal, tenaga kerja, fasilitas dan lain-lain. Kemudian juga harus memperhatikan proses dan hasil nyata yang akan diperoleh seperti keluaran, hasil dan dampak. Oleh karena itu, perencanaan pembangunan harus dimulai dengan data dan informasi tentang realitas sosial, ekonomi, budaya dan politik yang terjadi di masyarakat, ketersediaan sumber daya dan visi/arah pembangunan. Jadi perencanaan lebih kepada bagaimana menyusun hubungan yang optimal antara input, proses, output, outcomes dan dampak.



BAB III
PENUTUP
A.      KESIMPULAN
Reformasi seluruh sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara sejak tahun 1998 telah mendorong adanya pembaharuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional. Perencanaan pembangunan nasional harus mengakomodasi kenyataan bahwa perencanaan pembangunan harus melalui proses demokratis, terdesentralisasi, dan mematuhi tata pemerintahan yang baik. Demikian pula proses perencanaan pembangunan harus melaksanakan amanat UUD 1945 Amandemen tentang pemilihan umum langsung oleh rakyat. Perencanaan pembangunan nasional masih dibutuhkan mengingat amanat Pembukaan UUD 1945 dan kondisi faktual geografis, sosial, ekonomi, dan politik bangsa Indonesia yang beranekaragam, dan kompleks.

Sistem perencanaan pembangunan nasional diatur dalam Undang-Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) telah mengakomodasi seluruh tuntutan pembaharuan sebagai bagian dari gerakan reformasi. Perencanaan pembangunan nasional harus dapat dilaksanakan secara terintegrasi, sinkron, dan sinergis baik antar daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antara pusat dan daerah.

Rencana pembangunan nasional dimulai dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP). Kemudian Rencana Pembangunan Jangka Menegah (RPJM) yang berupa penjabaran visi dan misi presiden dan berpedoman kepada RPJP Nasional.
Sedangkan untuk daerah, RPJM Nasional menjadi perhatian bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun RPJM Daerah (RPJMD). Di tingkat nasional proses perencanaan dilanjutkan dengan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang sifatnya tahunan dan sesuai dengan RPJM Nasional. Sedangkan di daerah juga disusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang merupakan penjabaran dari RPJM Daerah dan mengacu kepada RKP. Rencana tahunan sebagai bagian dari proses penyusunan RKP juga disusun oleh masing-masing kementerian dan lembaga dalam bentuk Rencana Kerja (Renja) Kementerian atau Lembaga, dan di daerah Renja-SKPD disusun sebagai rencana tahunan untuk SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah).

Rencana kerja atau Renja ini disusun dengan berpedoman kepada Renstra serta prioritas pembangunan yang dituangkan dalam rancangan RKP, yang didasarkan kepada tugas dan fungsi masing-masing instansi. Proses penyusunan rencana pembangunan secara demokratis dan partisipatoris dilakukan melalui forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten atau kota, kemudian pada tingkat Provinsi. Hasil dari Musrenbang Provinsi kemudian dibawa ke Musrenbang Nasional yang merupakan sinkronisasi dari Program Kementerian dan Lembaga dan harmonisasi dekonsentrasi dan tugas perbantuan. Musrenbang ini menghasilkan Rancangan Akhir RKP sebagai pedoman penyusunan RAPBN

MASALAH-MASALAH METODOLOGI DALAM RISET PEMBANGUNAN LEMBAGA




MASALAH-MASALAH METODOLOGI DALAM RISET PEMBANGUNAN LEMBAGA
                                                        

A.      PEMETAAN VARIABEL-VARIABEL
Walaupun lembaga-lembaga direncanakan sejumlah perspektif perlu di pertimbangkan.mereka dapat di bagi dalam 3 skema organisasi atau pemetaan variabel-variabel:
a)      Pemetaan rancang bangun:elaborasi terperinci bagaimana seharusnya bagaimana seharusnya lembaga yang baru dari segi pandang mereka bertanggung jawab bagi proses perencanaanya.Umpamannya,tidaklah cukup untuk mengetahui anggaran yang ada sekarang untuk mengembangkan suatu lembaga.Adalah juga penting untuk mengetahui,bagaimana uang tersebut di manfaatkan,dan berapa nilai yang di berikan oleh mereka yang mengotorisasi pengeluaran,sehingga dengan demikian dapat di peroleh kemungkinan besar bahwa dana-dana akan tersedia,bahkan sekalipun ada kekurangan di dalam sistem umumnya.
b)      Pemetaan operasi-operasi:elaborasi terperinci tentang perkembangan sebenarnnya suatu lembaga.hal ini mencakup detil-detil yang agak berbeda dari rancang bangun karena kenyataan bahwa perkembangan nyata dari suatu organisasi baru,yang di harapkan menjadi lembaga,kompromi-kompromi di buat antara tujuan-tujuan normatif yang saling bersaing.juga,informasi baru yang mungkin di temukan yang akan menyimpang dari pola gagasan ke pola yang secara realistis memungkinkan.Hal ini meliputi penelitian tentang bagaimana anggaran di keluarkan sebenarnny,yang berlawanan dengan alokasi aslinnya.
c)      Pemetaan citra:penggambaran terperinci tentang bagaimana para peserta dalam proses perkembangan lembaga memandang lembaga tersebut atau apa yang mereka pikir tentang bagaimana seharusnnya lembaga tersebut.karena mereka yang terlibat dalam perkembangan lembaga akan mencakup orang-orang dengan berbagai peranan sosial dan mewakili kelompok-kelompok kepentingan yang berbeda,maka citra-citra mereka jarang sekali,malah dalam kenyataan tidak pernah identik.Adalah bermanfaat untuk mengenal citra-citra dari para pengambil keputussan yang saling berbeda.beberapa mempunyai wewenang langsung untuk memutuskan tentang nasib lembaga tersebut secara keseluruhan.pandangan-pandangan mereka mungkin agak berbeda dari mereka yang merupakan pemimpin-pemimpin opini (opinion leaders) tanpa kekuatannya dalam proses perencanaan.citra seorang sekertaris tidak akan sama dengan citra seorang direktur tentang suatu organisasi dan misinnya.di bandingkan dengan staf,klien-klien dari lembaga yang baru akan memandangnya secara berbeda.Akhirnya,ada citra-citra dari masyarakat dan pendapat masyarakat yang mungkin akan mempunyai sedikit pengaruh terhadap apa yang terjadi.
d)     Adanya perspektif-perspektif ganda dari suatu rencana di dalam proses yang sedang direncanakan adalah sesuatu yang perlu diantisipasi.Bila hal ini terjadi,kecil kemungkinannya bahwa informasi yang penting dan yang di perlukan akan di abaikan bila ia dapat mempengaruhi cara berkembangnya lembaga tersebut.Ada dua jenis pengamatan pemantauan:yakni yang reguler dan khusus.Pemantauan reguler menyiratkan pengertian bahwa pada interval-interval tertentu rencana-rencana tersebut di nilai kembali dala kerangkanya yang baru,dan karena memungkinkan penilaianya relatif terhadap pemetaan-pemetaan yangdi peroleh sebelumnya dan penilaian dari kemungkinan alasan-alasan bagi pergeseran-pergeseran yang mungkin telah di catat.
e)      Di pihak lain, diinginkan adanya ketentuan-ketentuan  bagi pemantauan atas dasar khusus. Hal ini mengansumsi suatu kemampuan riset untuk memeta kembali lembaga pada waktu-waktu yang di perlukan karena adanya krisis, keadaan darurat, atau konsekuensi-konsekuensi yang tidak di perkirakan yang menurut sang penyelidik mempunyai pengaruh langsung melalui lingkungan lembaga . Revolusi-revolusi, pergolakan, bencana-bencana alam adalah contoh-contoh baik baik dari keadaan-keadaan yang menuntut di adakannya penilaian kembali atas dasar “sesuai dengan keperluan “ daripada menanti interval reguler yang telah dimasukan bagi pemanatauan yang sedang berjalan.
B.       DIMESI WAKTU
Dalam riset pembangunan lembaga, waktu adalah variabel yang kritis. Bila suatu lembaga dipetakan sepanjang garis-garis rancang bangun, operasi dan citra, dari suatu waktu tertentu, maka penggambarannya dikembangkan sejak waktu nol. Memang ada waktu yang mendahului keadaan-keadaan sekarang dan adapula keadaan-keadaan yang mendahului. Secara sederhana, keadaan historis dari kerangka acuan ini secara sederhana melibatkat gagasan untuk memetakan lembaga dalam kerangkanya pada waktu-waktu sebelumnya atau sepanjang kurun waktu sebelumnya, mungkin dari sejak awal mulanya. Jenis perspektif ini adalah sangat relevan dalam arti bahwa masa lampau, bagaimanapun juga, telah menghasilkan masa sekarang. Melalui masa sekarang, yakni waktu nol, ia membatasi masa depan.
Dalam kerangka ini, permasalahan ini dengan masa depan mempunyai dua arti utama. berhubungan dengan memperkiraan (guesstimating), memprakirakan (forecasting), atau meramalkan (predicting) masa depan.
a.       Memperkirakan (guesstimating) pada dasarnya adalah penafsiran subjektif dari informasi dan penerapannya ke keadaan-keadaan yang belum ada. Pada waktu perkiraan (guesstimate) dibuat, keandalan dan keabsahan konklusi-konklusinya tidak diketahui.
b.      Prakiraan dapat dilaksanakan bila kami menerima asumsi-asumsi di dalam data dari mereka yang mengadakan prakiraan tersebut;
c.       Meramalkan (guesstimate) dapat dilaksanakan dan adalah sah, sekurang-kurangnya dalam batas-batas kesalahan yang mungkin terjadi dan tertentu dari ramalan (prediction) tersebut.
Waktu adalah variabel analitis yang esensial bagi pemerataan. Lembaga-lembaga berubah dan berkembang dengan waktu, dan dalam daur hidupnya mencapai berbagai tahap. Seringkali ketentuan-ketentuan bagi perubahan-perubahan tersebut, seperti umpamanya memasuki unsur-unsur baru atau menghapus beberapa unsur, telah dimasukkan dalam rancang bangun lembaga itu sendiri. Rencananya dapat mengadakan ketentuan-ketentuan eksplisit mengenai pola pertumbuhan dari lembaga, atau perubahan-perubahan yang berhubungan dengan waktu, yang berhubungan dengan lembaga-lembaga lain. Semua itu di tujukan untuk:
a.       Menyerap tujuan-tujuan baru
b.      Menggeser dari tujuan-tujuan yang sekarang ke yang lain
c.        Memperbesar dasar sumber dayanya
d.      Menambah pegawainya
e.       Menambah kemampuan dan harapan keluarannya.
Jadi rancang bangun merupakan proses perkembangan yang terus menerus.
C.      DIMENSI-DIMENSI PEMETAAN
Pertama, adanya dokrin kelembagaan. Dapat dikatakan hal ini mencakup:
a.       Tujuan operasional
b.      Tujuan sosial yang melayani oleh tujuan-tujuan operasional
c.       Metode-metode operasi sebagai spesifikasi dari cara-cara dengan mana tujuan tersebut harus dicapai kapan dan bagaimana  seringnya
d.      Pembenaran hubungan nilai dari lembaga yang berhubungan dengan keinginan atau tujuan manusia secara keseluruhan yyang menempatkan lembaga dalam kerangka aspirasi kemanusiaan yang luas.
Kedua, biasanya ada tema-tema kelembagaan, yang mencakup pertimbangan dari segi-segi seperti:
a.       Penerjemahan dari dokrin kelembagaan kedalam selogan-selogan yang dengan mudah dapat dimengerti yang merupakan peryataan-peryataan tentang tujuan-tujuan sederhana.
b.      Lambang-lambang kelembagaan yang mewakili usaha secara keseluruhan.
Ketiga, ada kepemimpinan. Ada dua jenis pemimpin yaitu:
a.       printis-printis- yakni mereka yang secara aktif terlibat dalam perumusan program dari lembaga.
b.      Pelaksana-pelaksana, yakni mereka yang mengarahkan operasi dari lembaganya.
Pemimpin-pemimpin ini selanjutnya dapat dijelaskan atas dasar asal usul mereka dalam struktur sosial, sifat-sifat mereka, maupun hasil-hasil yang telah dicapai pengetahuan dan ketrampilan.
Pemimpin adalah orang-orang yang mempunyai motivasi dan aspirasi tertentu, seperti upamanya keinginan untuk melayani, memperoleh kekuasaan, untuk memperoleh kekayaan, untuk ikut menolong lembaga, untuk mendapatkan pengungkapan diri, untuk dapat melepaskan dari keadaan-keadaan yang tak diinginkan atau bersifat mengancam.
Keempat, ada pegawai-pegawai, yang secara konseptual lebih luas dari kepemimpinan.wewenang yang mereka pegang sebagai pegawai terbatas pada pelaksanaan dan tugas-tugas spesifik dan biasanya berulang. Pegawai dalam suatu lembaga mempunyai sifat-sifat seperti:
a.       Besarnya yang diukur secara numerik atau angka dan dalam biaya anggaran.
b.      Berbagai macam ketrampilan dan campuran pendidikan, jumlah relatif dari pegawai profesional, semi profesional, pekerja kantor dan lainnya.
c.       Campuran dan peranan-peranan dan cara dengan mana pelaksanaan mereka berhubungan dalam ruang, waktu, dan fungsi operasional dalam lembaga.
Kelima, ada sumber-sumber daya. Meliputi:
a.       Uang dan bentuk anggaran atau bentuk keuangan lainnya
b.      Pabrik fisik
c.       Peralatan ( yang dapat digunakan kembali)
d.      Persediaan (yang berkurang karena digunakan)
e.       Bahan-bahan
f.       Fasilitas lainnya
Dalam arti tertentu, konsep sumber daya mengambarkan kekayaan-kekayaan lembaga yang ada serta penyebarannya. Jenis-jenis masalah yang dapat timbul dalam hal ini dicontohkan dengan pertimbangan faktor penggunaan daari tiap sumberdaya, pertimbangan dari hidup berguna tiap sumber daya yang dipertimbangkan untuk daur-daur penggantian atau daur-daur tambahan.
Keenam, organisasi adalah jaringan peranan-peranan sosial dimana masing-masing dinyatakan secara normatif, dengan cara sedemikian rupa sehingga keseluruhan pembagian kerja menghasilkan usaha terpusat yang efisien ke arah tujuan-tujuan lembaga. Organisasi bisa digambarkan dengan:
a.       Derajat otonomi dari wewenang mereka yang berada diluar sistem sanksi kelembagaan.
b.      Lapisan-lapisan hirarki
c.       Derajat sentralisasi dan fungsi-fungsi keputusan
d.      Derajat pemusatan
e.       Jenis-jenis pembagian fungsional atau administratif
f.       Garis-garis pemerintah melalui mana petunjuk-petunjuk yang dikeluarkan
g.      Garis-garis staf melalui mana petunjuk-petunjuk dilaksanakan dan pelaksanaanya dilaporkan
h.      Garis-garis pengendalian yang menetapkan umpan balik tentang pola dari petunjuk-petunjuk pelaksanaan dan kesulitan-kesulitan dalam pelaksanaan
Fungsi-fungsi pengendalian meliputi penentuan penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan dan juga ketentuan-ketentuan eksplisit bagi sanksi-sanksi yang harus diterapkan sekitar terjadi peyimpangan-penyimpangan atau dalam hal terjadi pelaksanaan yang baik sekalai.
Ketujuah, ada kaitan-kaitan lembaga perorangan dan badn-badan yang mempunyai wewenag terhadapnya. Milton Esman meyebutkan kaitan-kaitan yang memungkinkan. Kaitan-kaitan ini khususa berkisar tentang masalah-masalah :
a.       Apakah lembaga tersebut akan didirikan atau dipertahankan sesudah didirikan.
b.      Jenis-jenis sumber daya apa, kapan, dan bagaimana, akan diterima secara sah dan dari siapa.
Karenanya, kaitan-kaitan yang memungkinkan ini menghubungkan lembaga ke badan-badan atau orang-orang yang membawahinya. Karenanya, jenis lembaga-lembaga ini pada dirinya sendiri adalah titik pusat analisis bila kita ingin mengerti suatu lembaga yang menghubungkan dalam arti yang memungkinkan. hal Ini demikian adanya karena lembaga bertanggung jawab.
Kedelapan, ada kaitan-kaitan fungsional yang menghubungkan lembaga dengan lembaga-lembaga yang menyediakannya dukungan atau yang secara sah menantikan dukungan dirinya. Secara prinsip hal ini berarti bahwa biasanya ada lembaga-lembaga lain yang:
a.       Menyediakan beberapa, malah mungkin seluruh, masukan kepada lembaga tertentu
b.      Menantikan beberapa mungkin seluruh, keluaran-keluaran dari lembaga-lembaga tersebut tadi
c.       Membatasi, umpamanya dengan bersaing bagi kepemimpinan yang sama, jenis pegawai yang sama, sumber-sumber yang sama atau dengan bersaing untuk memenuhi fungsi atau peranan yang sama.
Dari segi pandangan ini, adalah penting untuk dipertimbangkan sifat terpusatnya berbagai anat hubungan-hubungan fungsional dari lembaga dengan lembaga-lembaga lainnya.
Kesembilan,  adanya kaitan-kaitan normatif. Kaitan-kaitan ini adalah kendala-kendala ideologis dan etis. Tetapi mereka juga adalah bagian dari masalah kelembagaan. Dokrin lembaga dari ketentuan-ketentuan ormatif yang lainnya secara eksklusif atau implisit berhubungan dengan nilai-nilai sosial yang utama. Tetapi nilai-nilai ini adalah biasanya yang terlembaga dibidang kehidupan sosial lainnya, seperti umpanya agama dan politik. Karenanya adalah penting untuk mempertimbangkan sekurang-kurangnya:
a.       Kebiasaan-kebiasaan mana, bagaimana, dan dimana dilembagakan, mempengaruhi nilai-nilai yang dimiliki oleh lembaga.
b.      Adat istiadat mana, bagaimana dan kapan dilembagakan, mempunyai pengaruh terhadap nilai-nilai yang dimiliki oleh lembaga
c.       Undang-undang mana berpengaruh terhadap nilai-nilai ynag dimiliki lembaga. Karena masalah-masalah sentral berhubungan dengan kecocokan nilai-nilai kelembagaan dengan kebiasaan, adat istiadat dan undang-undang.
Kesepuluh, adanya kaitan-kaitan tersebar yang lainnya. Mereka berhubungan dengan perlawanan umum atau dukungan dalam badan politik masyarakat atau badan-badan yang secara memungkinkan, fungional atau  normatif tidak berhubungan dengan lembaga. Secara sederhana, pertanyaan-pertanyaan yang megidentifikasi mungkin maslah adalah:
a.       Apakah yang merupakan sumber-sumber oposisi dan mengapa?
b.      Apakah yang merupakan sumber-sumber dukungan dan mengapa?
Dalam cara yang lebihcanggih, seorang dapat prihatin mengenai hasil guna yang dimiliki sumber-sumber oposisi pada waktu tertentu atau sepanjang waktu dan seorang demikian pula dapat tertarik untuk mengetahui apakah yang dilakukan oleh sumber-sumber dukungan pada waktu tertentu atau selama jalannya waktu.
D.      PENGGUNAAN-PENGGUNAAN PEMETAAN
Jenis-jenis pemetaan apakah yang telah kami bicarakan? Yang telah diidentifikasi adalah sepuluh kelompok masalah konseptual:
a.       Doktrin kelembagaan
b.      Tema-tema kelembagaan
c.       Kepemimpinan kelembagaan
d.      Karyawan-karyawan kelembagaan
e.       Sumber-sumber daya kelembagaan
f.       Organisasi kelembagaan
g.      Kaitan-kaitan yang memungkinkan
h.      Kaitan-kaitan fungsional
i.        Kaitan-kaitan normatif
j.        Kaitan-kaitan terbesar
Bagi masing-masing konsep ini, peta rancangan bangunan yang dibayangkan akan mengandung jawaban-jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan khusus; dan dalam kaitannya akan mengandung jawaban-jawaban bagi lebih banyak pertanyaan yang tidak dikemukakan dalam naskah ini, tetapi yang seterusnya dapat diturunkan darinya. Demikian pula, peta operasi mngidentifikasi bekerjanyatanyadari lembaga sepanjang poros utama dan komponen-komponen tiap poros. Akhirnya, peta-peta citra mengandung informasi yang sama seperti yang dikumpulkan dari mereka yang mengandung lembaga dari berbagai segi pandangan.
Penjelasan-penjelasan dari perbedaan-perbedaan anatara hasil-hasil yang diinginkan dan yang nyata (atau keluaran-keluaran), memerlukan identifikasi dari bidang-bidang dimana peta-peta tersebut tidak saling bertemu. Inkonsistensi-inkonsistensinya mungkin meliputi:
a.       Yang bersifat intern dalam rancang bangunan, seperti umpamanya bila terlalu banyak dituntut dari berbagai orang dalam waktu yang terlalu pendek; atau bila bidang-bidang yang tumpang-tindih di dalam organisasi akhirnya mengakibatkan bahwa tidak ada seorang pun mengerjakan tugas yang diperlukan atau melakukannya dengan kurang tepat atau cepat.
b.      Inkonsistensi mungkin dikarenakan adanya perbedaan-perbedaan antara operasi-operasi dan rancangan-bangunannya, karena rancangan-bangunannya tidak diketahui atau disalah mengerti, atau karena kelakuan nyata menyimpang darinya dengan sengaja atau karena kelalaian.
c.        Inkonsistensi dapat disebabkan karena adanya perbedaan-perbedaan diantara citra-citra dan rancangan bangun, sejauh orang-orang bertindak atas dasar keadaan-keadaan yang telah mereka rumuskan, hasilnya adalah tidak mrngikuti ketentuan-ketentuan rancangan bangunan yang sebenarnya sudah memadai.
d.      Inkonsistensi dapat disebabkan karena adanya perbedaan-perbedaan diantara apa yang sedang terjadi (operasi-operasi) dan citra-citra yang sedemikian rupa, sehingga kesulitan-kesulitan diantara keduanya itu membuat pelaksanaan membuat pelaksanaan dari tujuan-tujuan lembaga menjadi lebih sulit atau bahkan tidak mungkin.
e.       Inkonsistensi dapat terjadi karena adanya perbedaan-perbedaan anatara rancang bangunan, operasi-operasi dan citra-citra yang sedemikian rupa sehingga apa yang diharapkan tidaklah sesuai dengan apa yang terjadi; dan baik apa yang diharapkan maupun apa yang sedang terjadi ditangkap dengan benar.
Ini adalah pejelasan-penjelasan pada satu tingkat analisis; mereka tidak sepenuhnya menunjuk sumber-sumber dari kesulitan-kesulitan. Tetapi mereka memberi petunjuk tentang kategori kesulitan, khususnya bila dimensi-dimensi ini dikombinasi dengan porors-poros masalah khusus sepanjang mana pemetaan akan dilakukan.
Bahkan penjelasan-penjelasan ini, walaupun agak non-spesifik dapat mencukupi untuk menemui kelompok-kelompok kelakuan yang mungkin dapat membantu untuk memperbaiki keadaannya. Umpamanya, sekiranya inkonsistensi-inkonsistensinya adalah sifat intern dari rancang bangun, orang akan tergoda mempertimbangkan untuk merancang kembali lebaganya dan menyesuaikan bidang-bidang dimana telah terjadi inkonsistensi dan konflik tersebut. Bila perbedan diantara operasi-operasi dan rancang bangunditemui, beberapa modifikasi posedural atau organisasi agaknya perlu dilakukan. Bila terdapat konflik antara citra-citra dan rancang bangun, penerangan atau persuasi mungkin sekali akan membawa struktur citra kedalam kecocokan yang makin besar dengan norma-norma kelembagaan. Bila operasi-operasi berbeda dari citra-citra mungkin perlu untuk mempertimbangkan pemecahan-pemecahan sepanjang tingkat-tingkat pendidikan dan oganisasi: kedua-duanya agaknya akan diperlukan terkecuali bagi keadaan-keadaan khusus yang saat ini tidak akan kami bahas. Bila ada perbedaan-perbedaan diantara ketiga peta, maka hal ini sebagian besar akan tergantung dari distribusi dari citra-citra dan pada tingkat perbaedaan di antara operasi-operasi dan rancang bangun, apakah tekanannya harus diletakkan pada mendidik bagian-bagian masyarakat yang relevan (dan karenanya diharapkan akan lebih mendekati citra-citra rancang bangun dan perubahan) atau menyesuaikan rancang bangunnya (seperti umpamanya mengorganisasi kembali untuk membawa operasi-operasi lebih sesuai dengan rancang bangun dan karenanya mempengaruhi citra-citra).
Di sini tiap persoalan tersebut hanya disinggung. Tiap persoalan merupakan bidang riset utama dan masing-masing sangatlah menarik. Maksud dari makalah ini bersifat mengusulkan dari pada menjelaskan sepenuhnya. Dalam rangka ini, usul-usul di atas pun mengenai jenis-jenis pemecahan hanyalah merupakan garis-garis pemikiran indikatif. Bila tidak, kami akan melemahkan tekanan kami sendiri pada riset untuk mempertimbangkan pemecahan-pemecahan alternatif, untuk mempelajari kelayakan, hasil guna dan hasil guna baiayanya.

E.       KERANGKA RISET: SUATU RINGKASAN
Dalam pengertian rancangan riset, apakah yang kemudian muncul dari pertimbangan-pertimbangan? Yang berikut ini merupakan ringkassan dari hal-hal yang utama:
a.       Ada suatu kebutuhan untuk menghasilkan peta-peta rancang bangun, operasi-operasi dan citra dari lembaga pada suatu titik waktu nol, yakni sekarang. Masalahnya adalah masalah pengambaran sejauh hal ini diperlukan untuk mengembangkan peta-peta yang demikian itu dengan cara yang sistematis. Pelaksanaan pemetaan minimum harus mencakup dimensi-dimensi dokrin, tema-tema, kepemimpinan, pegawai, organisasi, sumber-sumberdaya, kaitan-kaitan yang memungkinkan, fungsional, normatif, dan yang tersebar. Dalam hal ini masalah analitis bersangkutan denganmeletakan peta-peta diatas satu sama laindalam usaha megidentifikasi sumber-sumber dari kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan lembaga yang terdapat didalam perbedaan-perbedaan diantara peta rancang bangun, operasi-operasi dan citra dalam masing-masing dimensinya. Masalahnya berhubungan dengan tindakan segera, dengan adanya analisis yang demikian itu, suatu usaha bersama diadakan untuk mengidentifikasi pemecahan-pemecahan yang akan membawah peta-peta tersebut ke keserasian yang lebih baik dengan satu sama lain.
b.      Adanya keperluan untuk mengembangkan peta-peta rancang bangun, operasi-operasi dan citra sejauh hal ini dilaksanakan,, dalam tahap sebelumnya dari lembaga. Sehubung dengan ini, dorongan deskriptifnya bertalian dengan usaha untuk menghasilkan peta-peta massa lalu dengan cara  akan membuat mereka langsung cocok dengan pemetaan waktu nol.
c.       Adanya kebutuhan untuk mempertimbangkan jenis-jenis keadaan atas peristiwa yang mungkin merupakan sebab stabilitas atu perubahan historis. Sekali lagi masalahnya adalah masalah pengambaran dalam arti bahwa mungkin untuk mengidentifikasi berbagai macam peristiwa yang mempunyai konsekuen bagi lembaga secara keseluruhan atau untuk diap dimensi pemetaan tertentu. Masalahnya menjadi analitis segera suatu usaha dilakukan untuk mencari penjelasan bagi stabilitas dan perubahan dengan mengemukakan dampak-dampak tertentu dari peristiwa-peristiwa diantaranya dan segera setelah buktinya digunakan untuk membuat peyataan. Implikasi-implikasi tindakan berhubungan dengan identifikasi sementara dari jenis-jenis peristiwa yang mungkin dapat mempunyai konsekuen tertentu terhadap masa depan lembaga. Tindakan melibatkan usaha-usaha menghasilkan peristiwa yang mungkin akan memanfaatkan dan untuk mencegah atau menghindari pristiwa yang dapat merugikan.
d.      Adanya kebutuhan untuk mengidentifikasi jenis-jenis masa depan yang mungkin akan dihadapi lembaga secara keseluruhan dan dalam dimensi-dimensi pemetaan yang tertentu. Masalah pengambarannya adalah masalah untuk mengenal bahwa kombinasi-kombinassi dari jangkauan yang mungkin dari dimensi-dimensi pemetaan dapat menghasilkan keadaan masa depan  yang alternatif. Dorongan analitisnya menyangkut identifikasi hipotesis dari tindakan-tindakan, para pelakunya, waktunya dan tujuan yang dapat membantu untuk memulai proses-proses keda;am satu keadaan masa depan dari pada beberapa alternatif. Tindakan perspektif berhubungan mempengaruhi lembaga atau lembaga-lembaga diatasnya.
e.       Dalam keadaan riset yang ideal, maka langka yang sebelumnya mengansumsi analisis masa depan yang serupa dari lembaga-lembaga dan badan-badan yang tindakan-tindaka dan bekerjanya adalah sentral dari lembaga yang dipelajari, dan yang karenanya kelakuan merupakan kedeterminan dari masa depannya. Hal-hal ini khususnya mengarah ke identifikasi dari jenis-jenis adaptasi yang mungkin harus diadakan di pihak lembaga-lembaga dan badan-badan lainnya bila inovasi-inovasi yang diusulkan itu diperkenalkan.
f.       Adanay kebutuhan untuk mengadakan pemantauan terhadap proses pembangunan kelembagaan sepanjang garis-garis rancang bangun, operasi-operasi dan citra sehingga proses aktualisasi dapat diamati. Dan peta-peta waktu nol dapat diperbaharui dalam kerangka perubahan-perubahan sekuler dan perubahan-perubahan yang khususnya disebabkan secara sengaja atau tidak sengaja oleh pihak-pihak lainnya. Segi deskriptif dari usaha ini berarti bahwa adalah perlu unntuk adnya ketinggalan dengan perubahan-perubahan sementara mereka terjadi dan bila mereka terjadi, sehingga peta-peta lembaga dalam kerangka tidak menjadi usung pada waktu mereka degan nyata dihasilkan.