Minggu, 27 November 2016

PERADILAN TATA USAHA NEGARA



A.    Eksistensi Peradilan Tata Usaha Negara Dalam Konteks Negara Hukum
Pengertian dari Peradilan Tata Usaha Negara adalah peradilan dalam lingkup hukum publik, yang mempunyai tugas dan wewenang yaitu memeriksa, memutus dan menyelesaikan  sengketa Tata Usaha Negara, sengketa yang dimaksudkan adalah sengketa yang timbul dalam bidang hukum Tata Usaha Negara antara orang atau Badan Hukum Perdata (dalam hal ini anggota masyarakat) dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara (dalam hal ini pemerintah) baik dipusat maupun didaerah sebagai akibat dikeluarkannya suatu keputusan Tata Usaha Negara (beschikking), termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan Pengertian negara hukum secara sederhana adalah negara yang penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Dalam negara hukum, kekuasaan menjalankan pemerintahan berdasarkan kedaulatan hukum (supremasi hukum) dan bertujuan untuk menjalankan ketertiban hukum (Mustafa Kamal Pasha, dalam Dwi Winarno, 2006). Ada pendapat lain yang menyebutkan bahwa dalam negara hukum, hukum sebagai dasar diwujudkan dalam peraturan perundang-undangan yang berpuncak pada konstitusi atau hukum dasar negara. Konstitusi negara juga harus berisi gagasan atau ide tentang konstitusionalisme, yaitu adanya pembatasan atas kekuasaan dan jaminan hak dasar warga negara. Dengan demikian dalam negara hukum, kekuasaan negara berdasar atas hukum, bukan kekuasaan belaka serta pemerintahan negara berdasar pada konstitusi yang berpaham konstitusionalisme, tanpa hal tersebut sulit disebut sebagai negara hukum. Supremasi hukum harus mencakup tiga ide dasar hukum, yakni keadilan, kemanfaatan, dan kepastian. Oleh karena itu di negara hukum, hukum harus tidak boleh mengabaikan “rasa keadilan masyarakat”. Jadi dengan melihat pengertian tersebut, maka jika eksistensi peradilan tata usaha negara dalam konteks negara hukum yaitu Meskipun peradilan tata usaha negara juga menyangkut prinsip peradilan bebas dan tidak memihak, tetapi penyebutannya secara khusus sebagai pilar utama Negara Hukum tetap perlu ditegaskan tersendiri. Dalam setiap Negara Hukum, harus terbuka kesempatan bagi tiap-tiap warga negara untuk menggugat keputusan pejabat administrasi Negara dan dijalankannya putusan hakim tata usaha negara (administrative court) oleh pejabat administrasi negara. Pengadilan Tata Usaha Negara ini penting disebut tersendiri, karena dialah yang menjamin agar warga negara tidak didzalimi oleh keputusan-keputusan para pejabat administrasi negara sebagai pihak yang berkuasa. Jika hal itu terjadi, maka harus ada pengadilan yang menyelesaikan tuntutan keadilan itu bagi warga Negara, dan harus ada jaminan bahwa putusan hakim tata usaha Negara itu benar-benar djalankan oleh para pejabat tata usaha Negara yang bersangkutan. Sudah tentu, keberadaan hakim peradilan tata usaha negara itu sendiri harus pula dijamin bebas dan tidak memihak sesuai prinsip ‘independent and impartial judiciary’ tersebut di atas.

B.     Karakteristik Peradilan Tata Usaha Negara
Ciri khas hukum acara Peradilan tata usaha negara terletak pada asas-asas hukum yang melandasinya. Satjipto Rahardjo berpendapat bahwa barangkali tidak berlebihan apabila dikatakan, bahwa asas hukum ini merupakan jantungnya peraturan hukum. Kita menyebutnya demikian oleh karena; pertama, ia merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum, bahwa peraturan-peraturan hukum itu pada akhirnya bisa dikembalikan kepada asas-asas tersebut. Kecuali disebut landasan, asas hukum ini layak disebut sebagai alasan lahirnya peraturan hukum, atau merupakan ratio legis dari peraturan hukum. Selanjutnya Satjipto Rahardjo menambahkan bahwa dengan adanya asas hukum, hukum itu bukan sekedar kumpulan peraturan-peraturan, maka hal itu disebabkan oleh karena asas itu mengandung nilai-nilai dan tuntutan-tuntutan etis.
Paul Scholten sebagaimana dikutip oleh Bruggink memberikan definisi asas hukum adalah pikiran-pikiran dasar yang terdapat di dalam dan di belakang sistem hukum masing-masing dirumuskan dalam aturan-aturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim, yang berkenaan dengannya ketentuan-ketentuan dan keputusan-keputusan individual dapat dipandang sebagai penjabarannya.
Dengan didasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka secara garis besarnya kita dapat menggali beberapa asas hukum yang terdapat dalam Hukum Acara Peradilan tata Usaha Negara: 
a.       Asas Praduga rechtmatig. (Pasal 67 ayat (1) UU PTUN)
b.      Asas gugatan pada dasarnya tidak dapat menunda pelaksanaan keputusan tata usaha negara (KTUN) yang dipersengketakan. (Pasal 67 ayat 1 dan ayat 4 huruf a)
c.       Asas para pihak harus didengar . 
d.      Asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka (Pasal 24 UUD 1945 jo Pasal 4 UU 14/1970)
e.       Asas peradilan dilakukan dengan sederahana, cepat, dan biaya ringan (Pasal 4 UU 14/ 1970)
f.       Asas hakim aktif. Sebelum dilakukan pemeriksaan terhadap pokok sengketa hakim mengadakan rapat permusyawaratan untuk menetapkan apakah gugatan dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar yang dilengakapi dengan pertimbangan-pertimbangan (Pasal 62 UU PTUN), dan pemeriksaan persiapan untuk mengetahui apakah gugatan penggugat kurang jelas, sehingga penggugat perlu untuk melengkapinya (Pasal 63 UU PTUN). Dengan demikian asas ini memberikan peran kepada hakim dalam proses persidangan guna memperoleh suatu kebenaran materil dan untuk itu UU PTUN mengarah kepada pembuktian bebas .Bahkan, jika dianggap perlu untuk mengatasi kesulitan penggugat memperoleh informasi atau data yang diperlukan, maka hakim dapat memerintahkan badan atau pejatan TUN sebagai pihak tergugat itu untuk memberikan informasi atau yang diperlukan itu (Pasal 85 UU PTUN).
g.      Asas sidang terbuka untuk umum. (Pasal 17 dan Pasal 18 UU 14/1970 jo Pasal 70 UU PTUN).
h.      Asas peradilan berjenjang. Jenjang peradilan dimulai dari tingkat yang terbawah yaitu Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), kemudian Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN), dan puncaknya adalah Mahkamah Agung (MA). Dengan dianutnya asas ini, maka kesalahan dalam keputusan pengadilan yang lebih rendah dapat dikoreksi oleh Pengadilan yang lebih tinggi. Terhadap putusan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap dapat diajukan upaya hukum banding kepada PT TUN dan kasasi kepada MA. Sedangkan terhadap putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dapat diajukan upaya hukum permohonan peninjuan kembali kepada MA.
i.        Asas pengadilan sebagai upaya terakhir untuk mendapatkan keadilan. (Pasal 78 dan pasal 79 UU PTUN).



C.    Ciri Pembeda Antara Hukum Acara Perdata Dengan Peradilan Tata Usaha Negara
1.      Obyek Gugatan
Objek gugatan TUN adalah KTUN yang mengandung perbuatan onrechtsmatingoverheid daad (perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh penguasa. Hukum acara perdata adalah onrechtmating daad (perbuatan melawan hukum)
2.      Kedudukan Para Pihak
Kedudukan para pihak dalam sengketa TUN, selalu menempatkan seseorang atau badan hukum perdata sebagai pihk tergugat dan badan atau pejabat TUN sebagai pihak tergugat. Pada hukum acara perdata para pihak tidakn terikat pada kedudukan.
3.      Gugat Rekonvensi
Dalam hukum acara perdata dikenal dengan gugat rekonvensi (gugat balik), yang artinya gugatan yang diajukan oleh tergugat terhadap penggugat dalam sengketa yang sedang berjalan antar mereka. 
4.      Tenggang Waktu Pengajuan Gugatan
Dalam hukum acara TUN pengajuan gugatan dapat dilakukan dalam tenggang waktu 90 Hari.
5.      Tuntutan Gugatan 
Dalam hukum acara perdata boleh dikatakan selalu tuntutan pokok itu (petitum primair) disertai dengan tuntutan pengganti atau petitum subsidiar. Dalam hukum acara PTUN hanya dikenal satu macam tuntutan poko yang berupa tuntutan agar KTUN yang digugat itu dinyatakan batal atau tidak sah atau tuntutan agar KTUN yang dimohonkan oleh penggugat dikeluarkan oleh tergugat.
6.      Rapat Permusyawaratan
Dalam hukum acara perdata tidak dikenal Rapat permusyawaratan. Dalam hukum acara PTUN, ketentuan ini diatur pasal 62 UU PTUN.
7.      Pemeriksaan Persiapan
Dalam hukum acara PTUN juga dikenal Pemeriksaan persiapan yang juga tidak dikenal dalam hukum acara perdata. Dalam pemeriksaan persiapan hakim wajib member nasehat kepada pengugat untuk memperbaiki gugatan dalam jangka waktu 30 hari dan hakim memberi penjelasan kepada badan hukum atau pejabat yang bersangkutan.
8.      Putusan Verstek
Kata verstek berarti bahwa pernyataan tergugat tidak dating pada hari sidang pertama. Apabila verstek terjadi maka putusan yang dijatuhkan oleh hakim tanpa kehadiran dari pihak tergugat. Ini terjadi karena tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya. PTUN tidak mengenal Verstek.
9.      Pemeriksaan Cepat
Dalam hukum acara PTUN terdapat pada pasal 98 dan 99 UU PTUN, pemeriksaan ini tidak dikenal pada hukum acara perdata. Pemerikasaan cepat dilakukan karena kepentingan penggugat sangat mendesak, apabila kepentingan itu menyangkut KTUN yang berisikan misalnya perintah pembongkaran bangunan atau rumah yang ditempati penggugat. 
10.  Sistem Hukum Pembuktian
Sistem pembuktian vrij bewijsleer) dalam hukum acara perdata dilakukan dalam rangka memperoleh kebenaran formal, sedangkan dalam hukum acara PTUN dilakukan dalam rangka memperoleh kebenaran materiil (pasal 107 UU PTUN).
11.  Sifat Ega Omnesnya Putusan Pengadilan
Artinya berlaku untuk siapa saja dan tidaka hanya terbatas berlakunya bagi pihak-pihak yang berperkara, sama halnya dalam hukum acara perdata.
12.  Pelaksanaan serta Merta (executie bij voorraad)
Dalam hukum acara PTUN tidak dikenal pelaksanaan serta merta sebagaimana yang dikenaldalam hukum acara perdata. Ini terdapat pada pasal 115 UU PTUN.
13.  Upaya pemaksa Agar Putusan Dilaksanakan
Dalam hukum acara perdata apabila pihak yang dikalahkan tidak mau melaksanakan putusan secara sukarela, maka dikenal dengan upaya emaksa agar putusan tersebut dilaksanakan. Dalam hukum acara PTUN tidak di kenal karena bukan menghukum sebagaimana hakikat putusan dalam hukum acara perdata. Hakikat hukum acara PTUN adalah untuk membatalkan KTUN yang telah dikeluarkan.
14.  Kedudukan Pengadilan Tinggi
Alam hukum acara perdata kedudukan pebgadilan tinggi selalu sebagai pengadilan tingkat banding, sehingga tiap perkara tidak dapat langsung diperiksa oleh pengadilan tinggi tetapi harus terlebih dahulu melalui pengadilan tingkat pertama (pengadilan Negeri). Dalam hukum acara PTUN kedudukan pengadilan tinggi dapat sebagai pengadilan tingkat pertama.
15.  Hakim Ad Hoc
Hakim Ad Hoc tidak dikenal dalam hukum acara perdata, apabila diperlukan keterangan ahli dalam bidang tertentu, hakim cukup mendengarkan keterangan dari saksi ahli. Dalam hukum acara PTUN diatur pasal 135 UU PTUN. Apabila memerlukan keahlian khusus maka ketua pengadilan dapat menujuk seorang hakim Ad Hoc sebagai anggota majelis.

Sumber: http://po-box2000.blogspot.co.id/2011/04/hukum-ptun-pengertian-asas-asas-dan.html