A.
Eksistensi
Peradilan Tata Usaha Negara Dalam Konteks Negara Hukum
Pengertian dari Peradilan Tata Usaha Negara adalah
peradilan dalam lingkup hukum publik, yang mempunyai tugas dan wewenang yaitu
memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara, sengketa
yang dimaksudkan adalah sengketa yang timbul dalam bidang hukum Tata Usaha
Negara antara orang atau Badan Hukum Perdata (dalam hal ini anggota masyarakat)
dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara (dalam hal ini pemerintah) baik
dipusat maupun didaerah sebagai akibat dikeluarkannya suatu keputusan Tata Usaha
Negara (beschikking), termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan Pengertian negara hukum secara
sederhana adalah negara yang penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya
didasarkan atas hukum. Dalam negara hukum, kekuasaan menjalankan
pemerintahan berdasarkan kedaulatan hukum (supremasi hukum) dan bertujuan untuk
menjalankan ketertiban hukum (Mustafa Kamal Pasha, dalam Dwi Winarno, 2006).
Ada pendapat lain yang menyebutkan bahwa dalam negara hukum, hukum sebagai
dasar diwujudkan dalam peraturan perundang-undangan yang berpuncak pada
konstitusi atau hukum dasar negara. Konstitusi negara juga harus berisi gagasan
atau ide tentang konstitusionalisme, yaitu adanya pembatasan atas kekuasaan dan
jaminan hak dasar warga negara. Dengan demikian dalam negara hukum, kekuasaan
negara berdasar atas hukum, bukan kekuasaan belaka serta pemerintahan negara
berdasar pada konstitusi yang berpaham konstitusionalisme, tanpa hal tersebut
sulit disebut sebagai negara hukum. Supremasi hukum harus mencakup tiga ide
dasar hukum, yakni keadilan, kemanfaatan, dan kepastian. Oleh karena itu di
negara hukum, hukum harus tidak boleh mengabaikan “rasa keadilan masyarakat”. Jadi
dengan melihat pengertian tersebut, maka jika eksistensi peradilan tata usaha
negara dalam konteks negara hukum yaitu Meskipun peradilan tata usaha negara
juga menyangkut prinsip peradilan bebas dan tidak memihak, tetapi penyebutannya
secara khusus sebagai pilar utama Negara Hukum tetap perlu ditegaskan
tersendiri. Dalam setiap Negara Hukum, harus terbuka kesempatan bagi tiap-tiap
warga negara untuk menggugat keputusan pejabat administrasi Negara dan
dijalankannya putusan hakim tata usaha negara (administrative court)
oleh pejabat administrasi negara. Pengadilan Tata Usaha Negara ini penting
disebut tersendiri, karena dialah yang menjamin agar warga negara tidak
didzalimi oleh keputusan-keputusan para pejabat administrasi negara sebagai
pihak yang berkuasa. Jika hal itu terjadi, maka harus ada pengadilan yang
menyelesaikan tuntutan keadilan itu bagi warga Negara, dan harus ada jaminan
bahwa putusan hakim tata usaha Negara itu benar-benar djalankan oleh para
pejabat tata usaha Negara yang bersangkutan. Sudah tentu, keberadaan hakim
peradilan tata usaha negara itu sendiri harus pula dijamin bebas dan tidak
memihak sesuai prinsip ‘independent and impartial judiciary’ tersebut di
atas.
B.
Karakteristik
Peradilan Tata Usaha Negara
Ciri khas hukum acara Peradilan tata usaha negara terletak pada
asas-asas hukum yang melandasinya. Satjipto Rahardjo berpendapat bahwa
barangkali tidak berlebihan apabila dikatakan, bahwa asas hukum ini merupakan
jantungnya peraturan hukum. Kita menyebutnya demikian oleh karena; pertama, ia
merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum,
bahwa peraturan-peraturan hukum itu pada akhirnya bisa dikembalikan kepada
asas-asas tersebut. Kecuali disebut landasan, asas hukum ini layak disebut
sebagai alasan lahirnya peraturan hukum, atau merupakan ratio legis dari
peraturan hukum. Selanjutnya Satjipto Rahardjo menambahkan bahwa dengan adanya
asas hukum, hukum itu bukan sekedar kumpulan peraturan-peraturan, maka hal itu
disebabkan oleh karena asas itu mengandung nilai-nilai dan tuntutan-tuntutan
etis.
Paul Scholten sebagaimana dikutip oleh Bruggink memberikan definisi asas
hukum adalah pikiran-pikiran dasar yang terdapat di dalam dan di belakang
sistem hukum masing-masing dirumuskan dalam aturan-aturan perundang-undangan
dan putusan-putusan hakim, yang berkenaan dengannya ketentuan-ketentuan dan
keputusan-keputusan individual dapat dipandang sebagai penjabarannya.
Dengan didasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka secara
garis besarnya kita dapat menggali beberapa asas hukum yang terdapat dalam
Hukum Acara Peradilan tata Usaha Negara:
a.
Asas Praduga rechtmatig. (Pasal 67 ayat (1) UU
PTUN)
b.
Asas gugatan pada dasarnya tidak dapat menunda
pelaksanaan keputusan tata usaha negara (KTUN) yang dipersengketakan. (Pasal 67
ayat 1 dan ayat 4 huruf a)
c.
Asas para pihak harus didengar .
d.
Asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang
merdeka (Pasal 24 UUD 1945 jo Pasal 4 UU 14/1970)
e.
Asas peradilan dilakukan dengan sederahana, cepat,
dan biaya ringan (Pasal 4 UU 14/ 1970)
f.
Asas hakim aktif. Sebelum dilakukan pemeriksaan
terhadap pokok sengketa hakim mengadakan rapat permusyawaratan untuk menetapkan
apakah gugatan dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar yang dilengakapi
dengan pertimbangan-pertimbangan (Pasal 62 UU PTUN), dan pemeriksaan persiapan
untuk mengetahui apakah gugatan penggugat kurang jelas, sehingga penggugat
perlu untuk melengkapinya (Pasal 63 UU PTUN). Dengan demikian asas ini
memberikan peran kepada hakim dalam proses persidangan guna memperoleh suatu
kebenaran materil dan untuk itu UU PTUN mengarah kepada pembuktian bebas
.Bahkan, jika dianggap perlu untuk mengatasi kesulitan penggugat memperoleh
informasi atau data yang diperlukan, maka hakim dapat memerintahkan badan atau
pejatan TUN sebagai pihak tergugat itu untuk memberikan informasi atau yang
diperlukan itu (Pasal 85 UU PTUN).
g.
Asas sidang terbuka untuk umum. (Pasal 17 dan Pasal
18 UU 14/1970 jo Pasal 70 UU PTUN).
h.
Asas peradilan berjenjang. Jenjang peradilan
dimulai dari tingkat yang terbawah yaitu Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN),
kemudian Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN), dan puncaknya adalah
Mahkamah Agung (MA). Dengan dianutnya asas ini, maka kesalahan dalam keputusan
pengadilan yang lebih rendah dapat dikoreksi oleh Pengadilan yang lebih tinggi.
Terhadap putusan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap dapat diajukan upaya
hukum banding kepada PT TUN dan kasasi kepada MA. Sedangkan terhadap putusan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dapat diajukan upaya hukum permohonan
peninjuan kembali kepada MA.
i.
Asas pengadilan sebagai upaya terakhir untuk
mendapatkan keadilan. (Pasal 78 dan pasal 79 UU PTUN).
C.
Ciri
Pembeda Antara Hukum Acara Perdata Dengan Peradilan Tata Usaha Negara
1.
Obyek Gugatan
Objek gugatan TUN adalah KTUN
yang mengandung perbuatan onrechtsmatingoverheid daad (perbuatan melawan hukum
yang dilakukan oleh penguasa. Hukum acara perdata adalah onrechtmating daad
(perbuatan melawan hukum)
2.
Kedudukan Para Pihak
Kedudukan para pihak dalam
sengketa TUN, selalu menempatkan seseorang atau badan hukum perdata sebagai
pihk tergugat dan badan atau pejabat TUN sebagai pihak tergugat. Pada hukum
acara perdata para pihak tidakn terikat pada kedudukan.
3.
Gugat Rekonvensi
Dalam hukum acara perdata dikenal dengan gugat rekonvensi (gugat balik), yang
artinya gugatan yang diajukan oleh tergugat terhadap penggugat dalam sengketa
yang sedang berjalan antar mereka.
4.
Tenggang Waktu Pengajuan Gugatan
Dalam hukum acara TUN pengajuan gugatan dapat dilakukan dalam tenggang waktu
90 Hari.
5.
Tuntutan Gugatan
Dalam hukum acara perdata
boleh dikatakan selalu tuntutan pokok itu (petitum primair) disertai dengan
tuntutan pengganti atau petitum subsidiar. Dalam hukum acara PTUN hanya dikenal
satu macam tuntutan poko yang berupa tuntutan agar KTUN yang digugat itu
dinyatakan batal atau tidak sah atau tuntutan agar KTUN yang dimohonkan oleh
penggugat dikeluarkan oleh tergugat.
6.
Rapat Permusyawaratan
Dalam hukum acara perdata tidak dikenal Rapat permusyawaratan. Dalam
hukum acara PTUN, ketentuan ini diatur pasal 62 UU PTUN.
7.
Pemeriksaan Persiapan
Dalam hukum acara PTUN juga dikenal
Pemeriksaan persiapan yang juga tidak dikenal dalam hukum acara perdata. Dalam
pemeriksaan persiapan hakim wajib member nasehat kepada pengugat untuk
memperbaiki gugatan dalam jangka waktu 30 hari dan hakim memberi penjelasan
kepada badan hukum atau pejabat yang bersangkutan.
8.
Putusan Verstek
Kata verstek berarti bahwa pernyataan tergugat tidak dating pada hari
sidang pertama. Apabila verstek terjadi maka putusan yang dijatuhkan oleh hakim
tanpa kehadiran dari pihak tergugat. Ini terjadi karena tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya. PTUN tidak mengenal
Verstek.
9.
Pemeriksaan Cepat
Dalam hukum acara PTUN terdapat pada
pasal 98 dan 99 UU PTUN, pemeriksaan ini tidak dikenal pada hukum acara
perdata. Pemerikasaan cepat dilakukan karena kepentingan penggugat sangat
mendesak, apabila kepentingan itu menyangkut KTUN yang berisikan misalnya
perintah pembongkaran bangunan atau rumah yang ditempati penggugat.
10.
Sistem Hukum Pembuktian
Sistem pembuktian vrij bewijsleer)
dalam hukum acara perdata dilakukan dalam rangka memperoleh kebenaran formal,
sedangkan dalam hukum acara PTUN dilakukan dalam rangka memperoleh kebenaran
materiil (pasal 107 UU PTUN).
11.
Sifat Ega Omnesnya Putusan Pengadilan
Artinya berlaku untuk siapa saja dan tidaka hanya terbatas berlakunya
bagi pihak-pihak yang berperkara, sama halnya dalam hukum acara perdata.
12.
Pelaksanaan serta Merta (executie bij
voorraad)
Dalam hukum acara PTUN tidak dikenal pelaksanaan serta merta sebagaimana
yang dikenaldalam hukum acara perdata. Ini terdapat pada pasal 115 UU PTUN.
13. Upaya pemaksa Agar Putusan Dilaksanakan
Dalam hukum acara perdata apabila pihak yang dikalahkan tidak mau
melaksanakan putusan secara sukarela, maka dikenal dengan upaya emaksa agar
putusan tersebut dilaksanakan. Dalam hukum acara PTUN tidak di kenal karena
bukan menghukum sebagaimana hakikat putusan dalam hukum acara perdata. Hakikat
hukum acara PTUN adalah untuk membatalkan KTUN yang telah dikeluarkan.
14.
Kedudukan Pengadilan Tinggi
Alam hukum acara perdata kedudukan pebgadilan tinggi selalu sebagai
pengadilan tingkat banding, sehingga tiap perkara tidak dapat langsung
diperiksa oleh pengadilan tinggi tetapi harus terlebih dahulu melalui
pengadilan tingkat pertama (pengadilan Negeri). Dalam hukum acara PTUN
kedudukan pengadilan tinggi dapat sebagai pengadilan tingkat pertama.
15.
Hakim Ad Hoc
Hakim Ad Hoc tidak dikenal dalam hukum acara perdata, apabila diperlukan
keterangan ahli dalam bidang tertentu, hakim cukup mendengarkan keterangan dari
saksi ahli. Dalam hukum acara PTUN diatur pasal 135 UU PTUN. Apabila memerlukan
keahlian khusus maka ketua pengadilan dapat menujuk seorang hakim Ad Hoc
sebagai anggota majelis.